Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dinilai melakukan dua kesalahan serius (blunder) dalam Debat Capres 2019. Kedua kesalahan tersebut dianggap dapat menjadi kelemahan Prabowo untuk bisa menggaet masyarakat yang belum atau masih dapat beralih dukungannya (swing voters).
Peneliti Para Syndicate FS Swantoro mengatakan, kesalahan pertama yang dilakukan Prabowo adalah ketika mempertanyakan soal unicorn dalam debat. Awalnya, calon presiden nomor urut 01 bertanya kepada Prabowo terkait infrastruktur apa yang akan dibangun untuk mendukung pengembangan unicorn.
Mendengar itu, Prabowo lantas kembali bertanya balik kepada Jokowi apa yang dimaksud dengan unicorn. Swantoro menilai Prabowo sebagai calon presiden seharusnya memahami istilah unicorn yang merupakan perusahaan rintisan dengan valuasi di atas US$ 1 miliar.
Sebab, istilah tersebut sudah menjadi sebuah tren nasional yang perlu mendapatkan perhatian dari para negarawan. "Prabowo sebagai calon presiden, unicorn saja enggak tahu. Kasihan saya," kata Swantoro di Jakarta, Senin (18/2).
Selain unicorn, Swantoro menyebut kesalahan kedua Prabowo adalah ketika kepemilikan lahannya disindir Jokowi saat debat. Jokowi awalnya menjelaskan kebijakannya dalam dua tahun terakhir membagikan sertifikat sebanyak 2,6 juta hektare lahan. Sertifikat itu dibagikan kepada masyarakat adat, petani, hingga nelayan.
Selain memberikan tanah, Jokowi mengatakan pemerintah juga memberikan pendampingan kepada warga yang mendapat tanah. Prabowo lantas menilai pembagian sertifikat tanah hanya merupakan kebijakan untuk 1-2 generasi, namun tak cukup untuk jangka panjang.
(Baca: Awal Mula Istilah Unicorn dalam Debat Capres Jokowi dan Prabowo)
Karenanya, dia memiliki strategi berbeda untuk mengatasi persoalan lahan, yakni dengan mengacu pada Pasal 33 UUD 1945. Menanggapi Prabowo, Jokowi menegaskan 2,6 juta hektare lahan yang diberikan pada zamannya bukan untuk perusahaan-perusahaan besar.
Hal ini berbeda dengan pemerintahan sebelum Jokowi memimpin. Petahana lantas menyebut pemerintahan di masa lalu pernah memberikan lahan kepada Prabowo dengan luasan 220 ribu hektare di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah.
Prabowo pun lantas mengafirmasi sindiran Jokowi itu dalam segmen terakhir. Menurut Prabowo, tanah itu lebih baik dikelolanya sendiri daripada jatuh ke tangan pihak asing.
Dia mengatakan, kepemilikan lahan tersebut sifatnya Hak Guna Bangunan, sehingga dapat suatu saat ditarik pemerintah. Dia mengatakan bersedia kapan pun mengembalikan tanah itu ke negara.
"Ini menjadi kelemahan bagi Prabowo dan memberi dukungan politik bagi Jokowi, terutama bagi para pemilih yang belum menentukan pilihan," kata Swantoro.
Jokowi Lebih Unggul
Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo juga menilai hasil debat akan lebih menguntungkan Jokowi ketimbang Prabowo. Hal ini terlihat dari unggulnya Jokowi selama debat kedua bertema energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur.
Menurut Ari, Jokowi tampil lebih argumentatif ketimbang Prabowo. Hal itu disertai pula oleh berbagai data dan capaian kebijakannya selama ini.
Sementara, Ari menilai Prabowo kurang mampu mengekplorasi berbagai gagasan yang dimilikinya. Prabowo, lanjut Ari, hanya berkutat pada masalah falsafah dan strategi tanpa mampu merincikan program dan kebijakannya.
Prabowo juga dinilai tak mampu menyampaikan kontras kebijakan yang akan dilakukannya ketika terpilih pada Pilpres 2019. Alih-alih mengontraskan kebijakan, Prabowo malah mengafirmasi capaian dari petahana selama memerintah.
"Sehingga bagi pemilih undecided dan swing yang cenderung rasional, mereka akan lebih terdorong preferensinya kepada 01 daripada 02," kata Ari.
(Baca: Para Syndicate: Performa Jokowi dalam Debat Kedua Lebih Unggul)