Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memeriksa kembali kasus dugaan mahar politik senilai Rp 1 triliun yang dilakukan Sandiaga Uno untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) bagi Prabowo Subianto. Jika kasus ini dihentikan, kedaulatan politik di mata masyarakat akan mengalami cacat hukum.
Juru Bicara PSI Rian Ernest mengatakan, desakan untuk membuka kembali kasus ini didasari oleh keputusan Bawaslu pada 31 Agustus 2018 yang mencabut dugaan tersebut karena dianggap tidak terbukti secara hukum. "Jangan sampai kedaulatan politik itu ada di tangan pemilik modal saja. Kita tidak mau ada orang tidak jelas rekam jejaknya mendapatkan tiket emas ke pertarungan Pilpres nanti," kata Rian dalam Konferensi Pers di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Jakarta Pusat, Rabu (6/2).
Selain itu, PSI menilai keputusan Bawaslu menunjukkan lemahnya pemahaman hukum secara material yang dilakukan oleh Bawaslu. Padahal, Indonesia memiliki hukum formal dan material. "Untuk penerapan hukum material ini, saya setuju dengan pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief yang mengatakan Bawaslu itu pemalas dan tidak serius dalam hal ini," ujar Rian.
Sementara itu, Kuasa Hukum Federasi Indonesia Bersatu (Fiber) Muhammad Zakir Rasyidin mengatakan, desakan tersebut murni karena adanya kegelisahan terkait tindak lanjut Bawaslu. Sebelumnya, Bawaslu tidak melakukan pemeriksaan atas Andi Arief dan sempat menolak tawarannya untuk wawancara jarak jauh. "Jadi PSI dan Fiber hadir di sini, untuk membicarakan substansi yang berkaitan dengan aturan hukum kita," kata Zakir.
(Baca: Daftar Caleg Mantan Koruptor Diumumkan, Suara Parpol Bakal Terpengaruh)
Secara politik, jika isu ini tidak terbukti, Sandiaga Uno bisa terus melanjutkan pencalonannya sebagai cawapres bagi Prabowo di Pilpres 2019. Namun, bila ternyata Andi Arief justru terbukti menyebarkan kebohongan, publik perlu mengetahui motivasi yang melatarbelakangi kebohongan tersebut. "Dari sini kita seharusnya bisa lihat ya, kalau memang semua berjalan bersih, kenapa harus risih?" ujarnya.
Kasus cuitan Andi Arief melalui akun Twitternya @AndiArief__ terkait mahar politik Sandiaga Uno sebelumnya dilaporkan oleh Relawan Nusantara ke Bawaslu pada 14 Agustus 2018. Pada 31 Agustus 2018, Bawaslu memutuskan kasus tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena saksi kunci Andi Arief tidak pernah hadir memenuhi tiga kali undangan klarifikasi.
Pada 3 September 2018 Fiber melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait putusan Bawaslu tersebut. Pada 1 Februari 2019, DKPP memutuskan Bawaslu melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilihan umum.
(Baca: Selama Januari, Prabowo-Sandiaga Habiskan Dana Kampanye Rp 36,6 Miliar)