Disrupsi teknologi di bidang ekonomi kreatif subsektor kuliner menyentuh sampai dengan cara konsumen menikmati makanan. Munculnya konsep pesan antar melalui aplikasi ponsel dimanfaatkan Kopi Tuku dan Eatlah sebagai celah bisnis baru.
Pendiri Kopi Tuku Andanu Prasetyo menjelaskan, kedai kopi yang dibangunnya fokus melayani permintaan konsumen melalui aplikasi pesan antar pada ponsel. "Visi kami pada dasarnya ingin meningkatkan konsumsi kopi Indonesia," katanya menjawab Katadata.co.id, Kamis (1/11).
Berangkat dari visi tersebut, Andanu mencari celah bisnis sejalan dengan digitalisasi teknologi. Pada akhirnya, dia memutuskan membuka toko kopi yang khusus melayani pesanan daring. Menurutnya, ekspektasi konsumen dan kenyamanan kurir pengantar produk perlu diprioritaskan.
Ekspektasi konsumen yang dijadikan patokan awal Kopi Tuku tak lain para penikmat kopi yang tinggal di lingkungan sekitar toko. Berdasarkan riset dan wawancara mendalam dengan para tetangga diketahui bahwa selera mereka bukanlah kopi hitam melainkan kopi susu.
"Apapun bisnis kita, berbeda lokasi maka ekspektasi konsumennya berbeda pula. Jadi, kami bagikan saja resep kopi susu kami. Tidak khawatir. Karena, beda tangan yang membuat juga menghasilkan rasa berbeda," ujar Andanu.
Sementara itu, upaya Kopi Tuku menjaga kenyamanan SDM perantara pesanan, alias pengemudi ojek berbasis aplikasi, dilakukan dengan menyediakan ruang tunggu memadai. Contoh kecil, misalnya, toko kopi ini menyediakan air minum gratis isi ulang bagi para driver.
Riset, rencana, dan pengembangan bisnis yang dilakukan Andanu dan timnya terbukti meningkatkan konsumsi kopi yang dijual Kopi Tuku. Sepanjang 2015, kedai kopi ini baru menyerap sekitar 1,2 ton kopi. Tapi pada tahun ini mencapai kisaran 75 ton.
(Baca juga: Bisnis Kuliner di Luar Jakarta? Ini Saran Chicken Crush dan Burgreens)
Pada sisi lain, Co-Founder Eatlah Michael Chrisyanto menuturkan bahwa bisnis kuliner berkonsep pesan antar via aplikasi ponsel harus mampu memberi pengalaman unik bagi konsumennya. Alasan utama karena pembeli tidak berinteraksi langsung produsen.
"Kami buat inovasi, membuat kemasan produk kami dengan lebih mudah untuk dikonsumsi dan tetap baik wujudnya saat tiba di tangan konsumen," katanya.
Jenama kuliner Eatlah menyajikan makanan cepat saji dengan menu utama nasi dipadukan dengan ayam saus telur asin. Kopi Tuku maupun Eatlah sepakat bahwa pebisnis kuliner pesan antar harus memerhatikan respon konsumen.
"Kami mensubtitusi pengalaman konsumen. Komunikasi kami dengan mereka secara online, seperti melalui media sosial Eatlah. Kami percaya dan dengarkan keluhan konsumen," ucap Michael.
Aplikasi yang dimanfaatkan pebisnis kuliner seperti Kopi Tuku dan Eatlah adalah Go-Food. Platform ini mampu melejitkan pertumbuhan pelaku UMKM di Indonesia. Per Agustus 2018, lebih dari empat juta martabak, 9,5 juta ayam geprek, dan empat juta kopi dikirim dari UMKM ke konsumen melalui Go-Food.
Oleh karena itu, tak heran apabila di dalam rentang waktu yang sama, platform tersebut tercatat menempuh jarak 161 juta kilometer atau setara 4.001 kali keliling bumi. (Baca juga: Cermat Melihat Kekurangan, Pebisnis Kuliner Akui Butuh Bimbingan Ahli)