Perkuat Modal, Bekraf Ajak Startup Industri Kreatif Melantai di Bursa

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tidak berubah pada pembukaan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (10/7).
Penulis: Dini Hariyanti
23/10/2018, 18.22 WIB

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong semakin banyak perusahaan rintisan atau startup mencatatkan diri di bursa saham. Hal ini merupakan alternatif cara untuk mengakses sumber pendanaan lebih besar.

Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo mengatakan, selain kucuran dana dari filantropi dan modal ventura, pebisnis juga dapat mencari pembiayaan dari pasar modal. Jumlah startup ekonomi kreatif (ekraf) yang melantai di bursa kini masih sedikit.

"Kami mengupayakan untuk lebih mengeksiskan pasar modal. Kini baru ada dua startup yang melantai, yaitu M Cash dan Kioson. Dua ini kurang," tuturnya kepada Katadata.co.id, di Jakarta, akhir pekan lalu.

(Baca juga: OJK Siapkan Skema Pendanaan bagi UKM Lewat Equity Crowdfunding)

Fadjar menyatakan, pemerintah menginginkan setidaknya terdapat 20 perusahaan rintisan di sektor kreatif melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sesuai dengan julukannya, mereka perlu kreatif mencari cara untuk memperkuat modal.

Bekraf menyadari keterbatasan lembaga jasa keuangan perbankan untuk mengucurkan kredit kepada industri kreatif. Pasalnya, karakter usaha atau nature business sektor ini kerap tak cocok dengan skema pembiayaan bank.

Pebisnis di bidang kreatif selama ini kerap mengandalkan pendanaan dari investor, baik dalam dan luar negeri. Kucuran uang dari pemodal malaikat bukan tanpa tantangan. Pelaku ekraf harus mampu membuat model bisnis yang menarik perhatian investor.

"Tantangan secara umum memang bagaimana bikin desain bisnis yang menarik di mata investor. (Selain filantropi) sekarang muncul opsi lain, yaitu modal ventura. (Ke depan) kami ingin semakin eksiskan pasar modal," ucap Fadjar.

(Baca juga: Tak Punya Badan Hukum, Pebisnis Kreatif Kian Sulit Akses Kredit)

Bekraf juga menjelaskan, pembeda bisnis di industri kreatif dengan lapangan usaha lain terletak pada modal utama berupa gagasan. Ide atau gagasan merupakan kekayaan intelektual. Bagi perbankan aspek ini sukar diukur sisi keekonomiannya.

Guna menumbuhkan ekonomi kreatif di Indonesia tidak cukup sekadar meningkatkan kapasitas pebisnis maupun mengedukasi lembaga jasa keuangan. Fadjar menyatakan, respon masyarakat juga menjadi faktor penting.

Halaman: