Investasi Mesin dan Margin Jadi Tantangan Warkop Garap Jasa Sangrai

Kopi Gayo KATADATA | Donang Wahyu
Penulis: Dini Hariyanti
8/10/2018, 17.04 WIB

Minuman seduh berbasis biji kopi tengah naik daun. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong perubahan paradigma terhadap produk kuliner ini, yakni dari komoditas menjadi gaya hidup.

Seiring pergeseran paradigma tersebut tak heran semakin banyak bermunculan kedai kopi. Tapi tak semua coffee shop alias warung kopi memiliki lini bisnis jasa lengkap mencakup proses sangrai (roasting) hingga penyeduhan (brewing).

Pemilik Mr. Coffee Indonesia Mahfudz membenarkan, tidak semua warung kopi (warkop) melakukan sangrai biji kopi sendiri. Tak hanya soal kemampuan menyangrai, besarnya investasi untuk membeli mesin sangrai juga menjadi tantangan bagi pebisnis di bidang ini.

"Tapi akhir-akhir ini, teman-teman mulai mencicil untuk membeli (mesin sangrai) sendiri. Secara perhitungan bisnis, mungkin iya bahwa pertimbangan (tidak sangrai sendiri) karena profitnya lebih besar di penyeduhan," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (8/10).

Mahfudz termasuk pelaku usaha di subsektor kuliner, khususnya minuman berbasis kopi, yang menyediakan jasa sangrai hingga penyeduhan. Kedai Mr. Coffee Indonesia miliknya hadir di Kota Surabaya, Jawa Timur sejak 2013.

Dia menjelaskan, cuan dari jasa roasting lebih tipis dibandingkan dengan brewing terpengaruh volume kopi yang dijual. Kemasan minimal untuk sangrai 250 gram, sedangkan penyeduhan cuma 15 gram - 20 gram per cangkir.

"Seperti jualan rokok saja. Eceran dengan kemasan maka secara profit lebih menguntungkan yang eceran," tutur Mahfudz.

Sementara itu, Toni selaku pemilik Five Times Coffee juga mengatakan, keuntungan penyeduhan lebih besar daripada sangrai. Biaya bahan baku untuk secangkir kopi americano hanya Rp 4.000 - Rp 5.000 tetapi bisa dijual hingga Rp 20.000 bahkan lebih per cangkir.

"Memang margin dari sangrai tidak terlalu banyak. Tapi seiring banyaknya bisnis kedai kopi, fokus kami justru menyuplai kebutuhan biji kopi untuk para coffee shop itu," katanya saat ditemui Katadata.co.id, di Tangerang Selatan, pekan lalu.

Soal investasi mesin, imbuh Toni, memang menjadi tantangan mengingat harganya tidak murah. Harga mesin sangrai lokal berkapasitas kecil, atau kurang dari 3 kg, yang pernah dibelinya sekitar Rp 150 juta.

(Baca juga: Kopi Cold Brew, Tren Baru atau Sekadar Alternatif Pilihan?

Seperti Mr. Coffee Indonesia, Kedai Five Times Coffee juga menyangrai biji kopi sendiri. Warkop yang berlokasi di kawasan BSD City, Tangerang Selatan ini melayani coffee shop yang sudah memiliki biji kopi dan hanya butuh jasa sangrai.

Toni menjelaskan, untuk sekali proses sangrai mesinnya dapat menampung 3 kg - 4 kg per satu jenis biji kopi. Di kedainya, seitar 3 kg kopi habis dalam waktu dua hingga tiga hari. Untuk jenis biji kopi yang sama, cita rasa hasil sangrai oleh satu roastery dengan yang lain bisa berbeda. 

"Sesama kopi toraja saja perlakuannya dalam sangrai berbeda-beda. Banyak faktor, seperti tergantung cuaca, kadar airnya, ketinggian tanah, dan pengolahan pascapanen oleh petani. Yang utama (bagi konsumen) adalah kopi itu memiliki karakter," kata dia.

Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo sempat mengutarakan, pihaknya menginginkan nilai tambah untuk kopi nusantara. Dengan kata lain, biji kopi tidak hanya menjadi komoditas.

"Bekraf berharap, kopi Indonesia bukan hanya sebagai komoditas tetapi bisa memiliki nilai tambah dengan disajikan di kedai atau kafe dengan brand Indonesia," ujarnya.

Industri hilir kopi sejatinya tidak hanya mencakup warkop atau kafe tetapi juga pengembangan pemasaran kopi siap konsumsi maupun bubuk, usaha desain interior kedai dan kafe, pembuatan kemasan berikut desain, pembuatan peralatan penyajian, dan pengolahan minuman kopi.