Sidang Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) di Wina, Austria pada Jumat (22/6) pekan lalu memutuskan peningkatan produksi minyak hingga 1 juta barel per hari (bph). Kesepakatan itu dinilai akan dapat menstabilkan harga minyak dunia.
Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, kesepakatan OPEC akan menahan tren kenaikan harga minyak dunia di kisaran US$ 70 per barel. "Stabil yang coba dituju oleh OPEC tentu saja stabil pada level yang moderat tetapi juga masih cukup tinggi," kata dia kepada Katadata, Senin (25/6).
Dengan demikian, Pri memprediksi dalam beberapa bulan ke depan hingga sampai pertemuan OPEC berikutnya, harga minyak akan lebih stabil. "Ekspektasinya ya seperti itu, menahan laju kenaikan atau menstabilkan harga," kata dia.
(Baca juga: Mewaspadai Dampak Sidang OPEC ke Indonesia)
Hanya, di kisaran US$ 70 per barel pun, harga minyak masih akan memberi tekanan pada devisa, sebab Indonesia merupakan negara net importir. "Dengan kebijakan harga BBM yang tidak boleh naik sampai dengan 2019, yang kena imbas negatif ya Pertamina," kata dia.
Mengacu Bloomberg, Senin (25/6), Harga minyak jenis WTI untuk kontrak Agustus 2018 mencapai US$ 68,70 per barel. Sementara Brent mencapai US$ 74,71 per barel untuk kontrak Agustus 2018.
Keputusan OPEC menaikkan produksi diambil demi memenuhi permintaan minyak dunia yang makin meningkat. Adapun kesepakatan OPEC itu berhasil dicapai setelah Iran yang sebelumnya menolak rencana kenaikan produksi turut memberikan lampu hijau.
Dilansir dari Reuters, Goldman Sachs, Bank Asal Amerika Serikat mengatakan peningkatan produksi dari hasil keputusan sidang OPEC tujuannya untuk menstabilkan persediaan, bukan untuk menghasilkan surplus atau kelebihan pasokan di pasar.
(Baca juga: Tembus US$ 70, Harga Minyak Indonesia Mei 2018 Tertinggi Sejak 2014)