Pemerintah daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum tentu sepenuhnya diuntungkan oleh pemberlakuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 tahun 2016 tentang penawaran hak kelola (participating interest) 10 persen pada wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas). Asosiasi Daerah Penghasil Minyak dan Gas Bumi (ADMP) malah melihat risiko berkurangnya keterlibatan BUMD dalam operasional blok migas tersebut.

Sekretaris Jenderal ADPM Andang Bachtiar menilai, syarat dan ketentuan kontrak migas seharusnya menegaskan hak BUMD untuk terlibat dalam operasional migas. Meskipun, dana hak kelola BUMD bisa ditalangi oleh kontraktor tanpa bunga.

"Karena BUMD ditalangi tanpa bunga, maka kontraktor bisa menawar untuk mengurangi dan atau bahkan menghilangkan hak-hak BUMD dalam perjanjian terpisah,"  kata dia berdasarkan keterangan tertulisnya, Senin (5/12).

(Baca: Aturan Terbit, BUMD Dapat Talangan Dana Hak Kelola Bebas Bunga)

Pasal 12 Permen Nomor 37 tahun 2016 itu memuat ketentuan skema kerjasama memang bisa dilakukan dengan cara pembiayaan terlebih dulu oleh kontraktor. Besaran kewajiban BUMD dihitung secara proporsional dari biaya operasi yang dikeluarkan selama masa eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan rencana kerja dan anggaran.

BUMD nantinya juga berhak mendapatkan pengembalian biaya-biaya yang telah dikeluarkan kontraktor selama masa eksplorasi dan eksploitasi. Selain itu, pengembalian terhadap pembiayaan diambil dari bagian BUMD berdasarkan hasil produksi migas sesuai kontrak kerjasama tanpa dikenakan bunga.

Besaran pengembalian setiap tahun dilakukan secara kelaziman bisnis dari besaran kewajiban dengan tetap menjamin adanya penerimaan bagi hasil produksi migas dalam jumlah tertentu untuk BUMD. Jangka waktu pengembalian dimulai saat produksi sampai dengan terpenuhinya kewajiban BUMD dalam jangka waktu kontrak.

Menurut Andang, skema tersebut bisa menjadi disinsentif bagi iklim investasi migas kalau tidak disiasati dan disosialisasikan secara benar. Untuk itu, perlu mempertimbangkan kesanggupan dan kepatuhan kontraktor-kontraktor nantinya  dalam melaksanakan aturan tersebut.  (Baca: Kontraktor Migas Keberatan Talangi 10 Persen Hak Kelola BUMD)

ADPM juga berharap Kementerian Energi dapat mengimplementasikan peraturan tersebut dan tidak mengulangi kegagalan dari beberapa aturan lainnya. Contohnya, Peraturan Menteri Nomor 38 tahun 2015 tentang migas nonkonvensional yang sampai lebih dari setahun ini juga tak kunjung diterapkan karena tidak ada petunjuk teknisnya.

“Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya masalah-masalah serupa, ADPM siap terus-menerus bekerjasama memberikan dukungan dalam tindaklanjutnya,” ujar dia.

Sebagai pengingat, tujuan pemberian PI sebesar 10 persen blok migas kepada BUMD selain langsung untuk peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), juga untuk transparansi dan keterbukaan dalam pengelolaan wilayah kerja tetap terjaga antara kontraktor dengan pemerintah Daerah yang diwakili oleh BUMD.

Selain itu, memastikan agar pengelolaan atas wilayah kerja memberikan dampak nyata langsung kepada daerah penghasil migas agar lebih berkembang. Manfaat lainnya adalah mendapatkan hak atas bagian migasnya, sehingga menjaga dan memastikan ketahanan energi di daerah penghasil energi. (Baca: Hak Kelola Daerah di Blok Migas Berpotensi Merugikan)

Terakhir, BUMD tetap dapat memperoleh informasi dari pihak pertama mengenai wilayah kerja. Tujuannya agar bisa mendorong daerahnya terlibat atau mengikuti bisnis turunan dari suatu wilayah kerja dengan tetap memenuhi ketentuan yang berlaku.