Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi masa operasi dua proyek hulu gas bumi, yaitu Proyek Wasambo dan Matindok, akan mundur dari target semula. Penyebabnya, adalah belum ada kepastian dari pembeli gas.
Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas Muliawan mengatakan, Proyek Wasambo sebenarnya ditargetkan bisa berproduksi November tahun ini. Proyek yang dioperatori oleh Energy Equity Epic Sengkang tersebut memiliki kapasitas produksi 80 juta kaki kubik per hari (mmscfd). (Baca: Menteri ESDM Sebut Tiga Faktor Proyek Strategis Bisa Jalan)
Namun, Proyek Wasambo itu masih menunggu kesiapan pembangunan fasilitas pengolahan gas alam cair (LNG) dari pembeli. Gas tersebut nantinya akan dijual menjadi gas alam cair (LNG) kepada South Sumatera LNG.
Karena kondisi itu, menurut Muliawan proyek tersebut kemungkinan baru bisa berproduksi tahun depan. “Proyek Wasambo itu gasnya mau dijadikan LNG, tapi fasilitas LNG-nya mundur. Jadi menyesuaikan juga,” kata dia saat ditemui Katadata di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (25/7).
Sementara Proyek Matindok sebenarnya sudah melewati tahap keputusan akhir investasi (FID) dan semula direncanakan dapat selesai pada kuartal pertama tahun ini. Tapi, penurunan harga minyak ikut mempengaruhi para pembeli gas. “Ini kenapa lebih mahal, kayaknya lebih murah gas di Amerika Serikat. Pembelinya belum siap,” kata dia. (Baca: Serapan Gas untuk Domestik Masih di Bawah Nilai Kontrak)
Masalah lainnya adalah ketidakharmonisan konsorsium yang mengelola proyek tersebut. Sekadar informasi, proyek ini sejak 2014 digarap oleh kontraktor konsorsium PT Wijaya Karya Tbk (Wika) dan PT Technip Indonesia.
Muliawan mengatakan, ketidakharmonisan ini turut mempengaruhi kelangsungan proyek. Alhasil, SKK Migas menargetkan proyek tersebut bisa selesai kuartal pertama tahun depan. Kapasitas fasilitas produksi Proyek Matindok untuk gas mencapai 65 mmscfd dan minyak sebanyak 500 barel per hari.
Meski produksinya tertunda, menurut Muliawan, kondisi itu tidak akan terlalu mempengaruhi target produksi siap jual (lifting) tahun ini. Yaitu, untuk minyak sebesar 820 ribu barel per hari (bph) dan gas 1,115 juta barel setara minyak per hari (bsmph). “Kontribusi dari proyek itu sebenarnya kecil. Kalau mundur ada dampaknya, tapi tidak signifikan. Semoga produksi tahun ini tercapai,” ujar dia. (Baca: Cadangan Minyak Menipis, Terendah 16 Tahun Terakhir)
Selain Wasambo, SKK Migas mencatat, ada enam proyek fasilitas proyek yang seharusnya beroperasi hingga tahun ini. Antara lain Ario Damar – Sriwijaya yang dioperatori Tropik Energi Pandan. Kapasitas minyak 2.000 bopd dan gas 20 MMscfd. Target beroperasinya Juni lalu.
Ada juga proyek IDD Bangka oleh Chevron Indonesia yang beroperasi pada Agustus 2016. KRA South yang dioperatori Star Energi Kakap Ltd dengan kapasitas 9 mmscfd dan akan beroperasi September mendatang. Sedangkan PHE WMO yang memiliki proyek EPCI-1 (PHE-24, PHE-12, CPP2) dengan kapasitas 3.100 bopd dan gas 12 MMscfd ditargetkan beroperaso Oktober nanti.
Kemudian, ada proyek gas Dayung Compression-2 oleh ConocoPhilips Grissik Ltd. Menurut Muliawan, pembangunan proyek ini masih terkendala kesulitan memasukkan alat mekanik seperti kompresor ke area proyek. Karena tidak bisa melewati jembatan milik masyarakat setempat. Tapi dia optimistis, proyek tersebut dapat rampung sesuai target pada akhir tahun ini dengan memproduksi 160 mmscfd gas.
(Baca: Tahun Ini 13 Proyek Migas Mulai Beroperasi)
Ada lagi, proyek Karendan oleh Ophir Energy juga akan beproduksi Desember 2016 dengan kapasitas 300 bph untuk minyak dan 25 mmscfd untuk gas. Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus menjelaskan, penundaaan jadwal pengoperasian proyek-proyek migas itu akan mengganggu arus kas perusahaan dan pemerintah. "Pemerintah juga otomatis arus kasnya terlambat atau tertunda," kata dia, pekan lalu.