Saudi Arabian Oil Co. (Saudi Aramco) berencana menaikkan harga penjualan hampir semua jenis minyak yang diproduksinya untuk pasar Asia dan Amerika Serikat. Keputusan itu diambil karena adanya tren peningkatan permintaan di dua kawasan tersebut.

Rencananya, perusahaan minyak milik negara Arab Saudi itu bakal menaikkan harga penjualan minyak mentah jenis Arab Light sebesar 35 hingga 60 sen per barel untuk Asia. Sementara itu, biaya pengiriman juga akan naik 40 hingga 65 sen per barel.

Kenaikan yang akan mulai berlaku Juli nanti tersebut merupakan harga jual tertinggi dari Aramco untuk pasar Asia sejak September 2014. Ketika itu, kelompok negara-negara pengekspor minyak dunia (OPEC) belum menjalankan strategi pembagian pasar.

Aramco menaikkan harga penjualan hampir semua jenis minyak yang dijualnya untuk wilayah Asia, kecuali harga minyak jenis premium Extra Light yang dinaikkan sebesar 10 sen. Alhasil, harga minyak jenis ini lebih mahal US$ 4,05 per barel dibandingkan harga patokannya.

Sementara itu, minyak mentah jenis medium akan diperjualbelikan dengan potongan harga US$ 1 per barel pada Juli mendatang. Ini lebih tinggi 30 sen dibandingkan bulan Juni ini.

“Ini menunjukkan adanya permintaan yang kuat,” kata Robin Mills, Chief Executive Officer dari kantor konsultan Qamar Energy, seperti dikutip Bloomberg, Senin (6/6). Lembaga penelitian independen Brookings Institution di Doha pun mengatakan, India menunjukkan kekuatan permintaan, yang kemungkinan diikuti oleh Cina. (Baca: OPEC Tanpa Keputusan, Harga Minyak Tembus US$ 50 per Barel)

Saudi Aramco juga menaikkan harga semua jenis minyak, kecuali Extra Light, untuk semua pembeli di Amerika Serikat. Harga minyak mentah Arab Light naik 20 sen per barel atau 55 sen lebih tinggi dari harga patikan regional. Sebaliknya, Aramco menambah potongan harga semua jenis minyaknya untuk penjualan di Eropa.

Arab Saudi memproduksi sekitar 10,27 juta barel minyak per hari pada April lalu, berdasarkan data kompilasi Bloomberg. Negara tersebut memecahkan rekor produksi dengan menghasilkan rata-rata 10,2 juta barel minyak per hari pada tahun lalu. (Baca: Bisa Raup Rp 1.320 T, IPO Saudi Aramco yang Terbesar di Dunia)

Pekan lalu, Menteri Energi Arab Saudi yang sekaligus memimpin Saudi Aramco Khalid al-Falih menjelaskan, meski permintaan meningkat, produksi dari negara-negara non-OPEC masih merosot. Permintaan global diprediksi mencapai 1,2 juta barel per hari tahun ini setelah tahun lalu mencapai 1,5 juta barel per hari.

Para produsen minyak dari Timur Tengah kini bersaing dengan Amerika Latin, Afrika Utara dan Rusia untuk berlomba-lomba memikat pembeli di Asia sebagai pasar minyak terbesar. Mayoritas penghasil minyak di kawasan Teluk Persia melakukan penjualan dengan kontrak jangka panjang untuk pemilik kilang.

Sedangkan mayoritas perusahaan minyak milik negara di Teluk menjual minyak mentah dengan harga premium atau diskon dari acuan. Yang menjadi patokan harga bagi Asia adalah rata-rata harga di Oman dan Dubai. Sementara itu, Argus Sour Crude Index menjadi acuan bagi Amerika Utara. (Baca: Pacu Produksi, Saudi Aramco Prediksi Harga Minyak Pulih Akhir 2016)

Harga minyak telah mengalami reli sekitar 80 persen sejak Januari lalu. Alhasil, kondisi ini membuat menteri-menteri negara anggota OPEC sepakat tidak membatasi jumlah produksi minyak.