PT Energi Pasir Hitam Indonesia (Ephindo) memutuskan untuk menunda eksplorasi Blok Melak Mendung 1 di Kalimantan Timur. Alasannya, selain harga minyak dunia yang masih rendah, Ephindo masih menunggu implementasi aturan mengenai wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas) nonkonvensional.

Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin mengatakan sebenarnya pemerintah sudah cukup membantu kontraktor migas nonkonvensional menghadapi harga minyak yang rendah. Salah satunya melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 38 tahun 2015 mengenai blok nonkonvensional.

Masalahnya aturan ini belum secara tegas diimplementasikan oleh pemerintah. Banyak juga perusahaan migas nonkonvensional yang mengeluhkan hal ini. Dia beharap pemerintah segera mengimplementasikan aturan ini. “Kita percaya aturan tersebut bisa memperbaiki keekonomian lapangan,” kata dia kepada Katadata, Rabu (13/4).

Dalam aturan tersebut, skema bagi hasil untuk migas non konvensional seperti minyak serpih (shale oil) dan gas metana batu bara atau coal bed methane (CBM) berbeda dengan migas konvensional. Ada dua skema bagi hasil yang bisa digunakan dalam kontrak migas nonkonvensional, yakni sliding scale dan gross split sliding scale. (Baca: Pemerintah Akan Membuat Roadmap Migas Nonkonvensional)

Sliding scale bagi hasilnya progresif berdasarkan kumulatif produksi. Semakin besar produksi, bagi hasil yang didapat negara makin besar. Begitu juga sebaliknya. Skema ini masih menggunakan mekanisme pengembalian biaya operasi (cost recovery). Tapi pemerintah sampai saat ini belum menentukan berapa besaran bagi hasilnya.

Halaman: