Kontraktor Usul Moratorium Eksplorasi Sampai Harga Minyak US$ 50

Arnold Sirait
18 Februari 2016, 16:06
Migas
Katadata | Dok.

KATADATA - Agar bisa bertahan menghadapi harga minyak dunia yang rendah, kontraktor minyak dan gas (migas) meminta insentif dari pemerintah. Salah satu insentif yang diinginkan adalah moratorium eksplorasi. Dengan begitu kontraktor bisa menunda kegiatan eksplorasi tanpa terkena sanksi dari pemerintah.

Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan moratorium eksplorasi diperlukan selama harga minyak rendah dan tidak ekonomis. Setidaknya sampai dengan harganya menyentuh US$ 50 per barel. “Seumpama harga minyak di atas US$ 50 per barel baru moratorium dibatalkan,” kata dia kepada Katadata, Rabu (17/2). (Baca: Banjir Pasokan, Harga Minyak Bisa Terus Turun Hingga Akhir Tahun)

Sejak pertengahan 2014, harga minyak dunia terus merosot, menjauh dari level US$ 100 per barel. Saat ini harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) hanya US$ 31,26 per barel dan jenis Brent sebesar US$ 34,91 per barel. Padahal biaya untuk memproduksi minyak di Indonesia mencapai sekitar US$ 21 – US$ 45 per barel.

Artinya dengan harga minyak sekarang, banyak perusahaan migas yang merugi, atau jika mendapat untung pun sangat kecil. Kondisi ini, membuat kontraktor kesulitan melakukan eksplorasi dan mencari sumber minyak baru. Untuk melakukan eksplorasi, kontraktor biasanya mengeluarkan dana sekitar US$ 6 – US$ 8 juta.

Saat ini sudah banyak perusahaan migas yang sudah mengurangi investasi, bahkan ada yang sampai menghentikan kegiatan eksplorasinya. Masalahnya, kontraktor terikat kontrak pengelolaan blok migas. Dalam kontrak ini perusahaan migas punya waktu 10 tahun untuk eksplorasi. Penghentian eksplorasi sama saja menyia-nyiakan jatah waktu ini. (Baca: Insentif Lambat, SKK Migas Ingatkan Produksi Minyak Bisa Setop)

Oleh karena itu moratorium masa eksplorasi sangat dibutuhkan perusahaan migas saat ini. Sammy mengatakan sampai saat ini sudah ada beberapa kontraktor yang mengajukan moratorium.  Kebanyakan kontraktor tersebut bergelut di bisnis gas metana dan batubara (coal bed methane/CBM) atau migas non konvensional.  

Pemerintah harus segera mempercepat pelaksanaan aturan mengenai migas non konvensional yang tercantum dalam Peraturan Menteri (permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 38 tahun 2015. Menurut Sammy ada hal penting yang dibutuhkan pengusaha dalam permen tersebut untuk segera diimplementasikan. Salah satunya mengenai skema bagi hasil. Pemerintah harus cepat membuat formula bagi hasil untuk kontraktor.

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...