Banjir Pasokan, Harga Minyak Bisa Terus Turun Hingga Akhir Tahun

KATADATA
Pengeboran minyak lepas pantai.
Penulis: Safrezi Fitra
22/1/2016, 19.16 WIB

KATADATA - Memasuki tahun ini, pasokan minyak semakin membanjiri pasar. Dampaknya sejak awal tahun hingga saat ini harga minyak sudah merosot lebih dari 20 persen ke level US$ 28 per barel. Tren penurunan diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun.

Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan harga minyak masih akan tertekan tahun ini. Dia memperkirakan pasokan minyak tahun ini akan surplus sekitar 1,5 juta-2 juta barel per hari. Selain tambahan pasokan dari Iran, minyak serpih (shale oil) di Amerika Serikat pun masih besar produksinya. "Ini yang membuat harga minyak akan terus tertekan," kata Fabby di Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016.

Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan bulan Desember yang baru dirilis beberapa hari lalu juga memperkirakan penurunan harga minyak masih akan terjadi akibat melimpahnya pasokan. Setidaknya ini akan terjadi hingga kuartal III tahun ini. (Baca: Terus Turun, Harga Minyak Mendekati Level US$ 20-an)

Beberapa bank investasi telah memperingatkan bahwa harga minyak bisa turun ke level US$ 25 per barel, US$ 20 per barel, atau dalam satu kasus bisa mencapai US$ 10 per barel. Salah satu perusahaan minyak terbesar dunia BP telah memangkas 4.000 karyawan dan perusahaan minyak Brasil, Petrobras mengurangi investasinya hingga 25 persen dalam lima tahun. “Masih ada beberapa contoh lain yang membuat penurunan harga minyak bisa terjadi dalam jangka panjang,” seperti dikutip dalam laporan tersebut.

IEA yang merupakan lembaga dari organisasi negara-negara konsumen minyak memperkirakan tahun ini permintaan minyak dunia masih akan tumbuh moderat 1,2 juta barel per hari. Lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang hampir mencapai 2 juta barel per hari. (Baca juga: Hadapi Tiga Masalah Besar, IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Dunia)

Sementara dari sisi pasokan masih akan melimpah. Meski di penghujung tahun lalu OPEC sudah memangkas produksi 90.000 barel perhari. Namun, ada beberapa negara produsen terbesar yang tetap akan meningkatkan produksinya seperti Arab Saudi dan Iran. Iran yang baru saja terbebas dari sanksi ekonomi negara-negara barat berencana meningkatkan produksinya hingga 500.000 barel per hari.

Arab Saudi secara tegas menyatakan tidak akan memangkas produksinya. Negara yang merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia ini tidak ingin posisinya digantikan oleh negara lain. "Kami tidak akan memangkas produksi kami yang hanya akan membuat peluang bagi yang lain," kata pimpinan perusahaan Saudi Aramco Khalid Al-Falih dalam World Economic Forum di Davos, Swiss, seperti dikutip CNN.com hari ini (22/1). (Baca: Chevron PHK Ribuan Karyawan di Indonesia)

Selain meningkatkan produksi, Arab juga memberikan diskon harga minyak untuk konsumen di Eropa. Diskon yang diberikan sebesar US$ 0,2-0,6 per barel untuk pengiriman bulan depan. Iran pun melakukan hal yang sama. Dikutip Wallstreet Journal (19/1), perusahaan minyak Iran memberikan diskon US$ 0,15- 0,55 per barel kepada konsumen Eropa untuk pengiriman Februari 2016.

Menurut Benny Lubiantara Mantan analis OPEC yang juga Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, tren penurunan harga minyak saat ini akan berlangsung lama. Fenomena anjloknya harga minyak saat ini hampir sama dengan yang terjadi pada pertengahan 1980-an, akibat melimpahnya pasokan. Banyak produsen minyak baru di Inggris, Amerika Serikat di Teluk Meksiko, Rusia, Meksiko, dan Kanada. Dunia kelebihan pasokan minyak saat itu, dan penurunan harga berlangsung lama.

“Situasi sekarang mirip dengan pertengahan tahun 1980-an di mana muncul produsen baru (shale-oil) dan pada saat yang sama OPEC, dalam hal ini Arab Saudi, memilih tidak menurunkan produksi karena khawatir kehilangan pangsa pasar,” ujar Benny. (Baca: Harga Minyak Rendah Menguntungkan Negara Net-importir?)

2016, Harga Minyak Makin Jatuh (Katadata)
Reporter: Anggita Rezki Amelia, Miftah Ardhian