Meleset Lagi, 11 Tahun Target Lifting Tidak Tercapai

KATADATA
Pengeboran minyak lepas pantai.
Penulis: Arnold Sirait
5/1/2016, 20.19 WIB

KATADATA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi lifting minyak dan gas bumi 2015 masih di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Melesetnya target tahun ini menambah panjang daftar gagalnya pencapaian target lifting sejak 2004.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan realisasi lifting minyak sepanjang 2015 hanya mencapai 777.560 barel per hari (bph). Sementara lifting gas sebesar 6.933,27 miliar british thermal unit per hari (BBTUD). Padahal, dalam APBN-P 2015 targetnya minyak sebesar 825.000 bph dan gas 7.079 BBTUD. (Baca: Satu Dekade, Realisasi Lifting Minyak Selalu Meleset)

Amien mengatakan salah satu penyebab target lifting 2015 tidak tercapai adalah produksi di Blok Cepu. Unjuk rasa pekerja yang berakhir kisruh pada Agustus tahun lalu, membuat puncak produksi Lapangan Banyu Urip Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil Cepu Limited. Produksi hingga akhir tahun yang ditargetkan bisa lebih dari 100.000 bph hanya dapat terealisasi sebesar 80.000 bph.

“Karena ada gangguan di Cepu dan Banyu Urip jadi angkanya cuma segitu,” kata dia dalam acara temu media bertajuk 'Refleksi 2015 dan Proyeksi 2016 Industri Hulu Migas', di gedung SKK Migas, Jakarta, Selasa (5/1). 

Selain proyek Banyu Urip, ada beberapa proyek lain yang mundur dari jadwal. Beberapa proyek tersebut diantaranya Lapangan Ridho yang dikelola oleh PT Odira Karang Agung, Lapangan TBA yang dikelola JOB PetroChina Salawati, Lapangan Bukit Tua yang dikelola Petronas Ketapang, Lapangan Kepodang yang dikelola Petronas Muriah, dan Lapangan Bayan yang dikelola MKI. (Baca: Target Akhir Tahun Produksi Minyak Blok Cepu Meleset Lagi)

Ada juga pengaruh penurunan produksi dari sumur milik Pertamina EP dan masalah keekonomian lapangan EMP Tonga dan EMP Gebang. Selain itu ada faktor berhentinya kegiatan produksi yang tidak direncanakan (unplanned shutdown) dan faktor global yakni penurunan harga minyak.

Tidak tercapainya lifting migas juga ikut mempengaruhi penerimaan negara tahun lalu. Sepanjang 2015, negara hanya mendapat Rp 177,47 triliun atau sekitar 85 persen dari target penerimaan migas dalam APBN-P 2015. 

Sementara realisasi penggantian biaya investasi setelah produksi atau cost recovery sepanjang 2015 tercatat lebih besar dari penerimaan. Realisasi cost recovery pada tahun lalu mencapai US$ 13,9 miliar atau Rp 194 triliun.

Dalam kesempatan tersebut, Amien juga meragukan target lifting tahun ini dapat tercapai. SKK Migas kata Amien memprediksi realisasi lifting 2016 hanya mencapai 827,8 ribu barel per hari (bph). Padahal target lifting minyak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar 830 bph. (Baca : Anjloknya Harga Minyak Mengancam Target Lifting)

Amien mengatakan sebenarnya SKK Migas juga tidak ingin target lifting tahun ini meleset dari target. Dia bahkan menginginkan lifting minyak bisa sampai dengan satu juta batel per hari. Namun hal tersebut akan sulit tercapai karena beberapa hal.

Menurut dia kondisi sumur yang ada di Indonesia saat ini tidak mungkin dapat menambah besaran lifting yang ada. Terlebih lagi, beberapa sumur minyak usianya sudah banyak yang tua. Dengan begitu produksi yang akan dihasilkan pun tidak akan bisa maksimal.

Dengan kondisi tersebut tentunya tidak akan bisa berharap banyak dengan target lifting. Untuk meningkatkan capaian target tersebut, dia mengatakan harus ada sumur-sumur baru yang dibor. Artinya kegiatan pengeboran juga harus semakin ditingkatkan. "Jika ingin lifting bertambah, maka sumurnya juga harus ditambah," kata dia.  (Baca : 2016, Harga Minyak Makin Jatuh?)

Reporter: Miftah Ardhian