KATADATA ? Menyusutnya produksi minyak dan gas bumi (migas) sulit dihindari di tengah tren penurunan tajam harga minyak dunia tahun ini. Perusahaan migas tentu memilih mengerem ekspansi usahanya karena margin keuntungannya menciut. Agar target lifting (produksi siap jual) migas bisa dipenuhi, pemerintah dapat berharap dari produksi minyak sumur-sumur tua. Salah satunya Lapangan Handil di Blok Mahakam.

Tahun ini, lapangan migas yang dikelola oleh Total E&P Indonesie tersebut memasuki usia yang ke-40 tahun. Meski sudah berusia uzur, sumur tersebut masih bisa memproduksi minyak dan kondensat sebesar 15 ribu barel per hari, serta associated gas (gas bumi yang terdapat bersama-sama minyak bumi) sebanyak 30 juta kaki kubik.

Lapangan Handil ditemukan pada Maret 1974, dan mulai berproduksi pada Juli 1975 silam. Lapangan ini berada di ujung delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, di antara pulau-pulau berlumpur yang sebagian tertutup lapisan tebal pohon nipah. Luas lapangan ini sekitar 40 kilometer persegi dengan cadangan minyak terletak di zona utama yang berada pada kedalaman antara 1.500 - 2.700 meter di bawah permukaan tanah.

Pada masa puncaknya, sekitar akhir tahun 1977, Lapangan Handil mampu memproduksi minyak rata-rata 194 ribu barel minyak per hari. Adapun total produksinya selama 40 tahun mencapai 900 juta barel (termasuk kondensat)  dan lebih dari 1,879 TCF (triliun kaki kubik) gas alam. Bandingkan dengan produksi Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, yang kini menjadi tumpuan pencapaian produksi minyak nasional, akan mencapai puncak produksinya sebesar 205 ribu barel per hari pada bulan Desember mendatang.

President & General Manager Total E&P Indonesie Hardy Pramono mengatakan, tidaklah mudah mengelola sumur tua migas. "Perlu upaya ekstra untuk menjaga integritas sumur-sumur itu dan penerapan inovasi teknologi supaya tetap dapat beroperasi secara maksimum dan aman baik,? katanya dalam siaran pers, beberapa hari lalu.

Total selama ini mengelola lebih dari 600 sumur migas. Dari jumlah tersebut, yang masih beroperasi dan berproduksi sekitar 110 sumur. Dengan bertambahnya usia, maka berbagai aset tersebut harus dirawat secara baik karena semakin rentan namun harus tetap aman dioperasikan. Sementara itu produksinya harus tetap dipertahankan.

Di awal beroperasinya pada Juli 1975, Hardy mengenang, Lapangan Handil berproduksi secara alamiah karena tekanan reservoir masih tinggi. Sumur yang selesai dibor bisa langsung diproduksi tanpa alat bantu.

Namun, seiring dengan usianya yang semakin tua, tekanan reservoir pun melemah. Alhasil, untuk mempertahankan produksi migas harus memakai teknologi injeksi air sejak 1978 dan injeksi gas mulai 1995 ke dalam reservoir. Adapun pengangkatan buatannya (artificial lift) dengan menggunakan gas lift dan electrical submersible pump.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah memang berupaya mengoptimalkan produksi sumur minyak tua untuk meningkatkan produksi minyak nasional di tengah minimnya eksplorasi sumur baru. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah mencatat, setidaknya terdapat 745 sumur tua minyak yang aktif dan sekitar 13.079 sumur tua no- aktif. Sebagian besar berada di wilayah kerja PT Pertamina (Persero). Sumur tua yang tersebar di berbagai lokasi di Indonesia ini telah dioperasikan sejak tahun 1970.

Adapun pengaturan pengelolaan sumur tua minyak bumi ini dituangkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2008, tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.

Reporter: Arnold Sirait