Transisi Kontrak Migas Rawan Pemburu Rente

KATADATA
Penulis:
Editor: Arsip
6/4/2015, 08.35 WIB

KATADATA ? Tim Reformasi Tata Kelola Sektor Minyak dan Gas Nasional atau Tim Antimafia Migas merekomendasikan agar pemerintah membuat aturan pengalihan kontrak pengelolaan lapangan minyak dan gas. Menurut anggota Tim Antimafia Migas, Agung Wicaksono, hingga kini belum ada aturan untuk pengelolaan wilayah kerja migas yang akan habis masa kontraknya. "Celah ini kerap dimanfaatkan pemburu rente, terutama melalui penguasaan saham di badan usaha milik daerah," kata Agung, seperti dikutip Koran Tempo, Senin (6/4).

Agung mengatakan, hingga 2019, masa kontrak bagi 17 wilayah kerja migas akan berakhir. Adapun pada 2022, masa kontrak pengelolaan bagi 29 wilayah kerja akan habis. "Nasib keberlanjutan kontrak migas itu harus diputuskan pada era Presiden Jokowi. Harus dipilih perusahaan yang memang benar-benar kompeten, dan terutama dikuasai Pertamina," ujarnya.

Tim Antimafia Migas menyoroti Blok Mahakam di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, sebagai wilayah kerja migas yang akan mengalami transisi pengelola. Pemerintah memutuskan PT Pertamina (Persero) akan melanjutkan pengelolaan blok besar tersebut setelah kontrak Total E&P Indonesie berakhir pada 2017. Selain Pertamina, ada dua BUMD yang bakal turut mengelola Blok Mahakam. Namun, ucap Agung, BUMD hendaknya tidak menggandeng perusahaan swasta jika belum mampu. "Bisa-bisa nanti mayoritas saham BUMD malah dikuasai swasta," kata dia.

Menurut Agung, pemerintah harus membuat mekanisme khusus untuk BUMD atau swasta yang bakal ikut mengelola Blok Mahakam. Jika BUMD tidak memiliki dana, tutur Agung, Pertamina sebagai penguasa saham mayoritas harus membantu dengan meminjamkan dana talangan atau lewat dividen. "Jangan sampai mereka menggandeng swasta karena keikutsertaan BUMD hanya untuk kepentingan daerah, bukan kepentingan perusahaan." 

Reporter: Redaksi