Tambahan Penerimaan Rp 126 Triliun dari Penjualan Gas untuk Domestik

skkmigas.go.id
www.skkmigas.co.id
Penulis:
Editor: Arsip
17/10/2014, 17.25 WIB

KATADATA ? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan negara akan mendapat tambahan penerimaan sebesar US$ 10,5 miliar atau Rp 126 triliun, dari lima kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG). Seluruh kontrak PJBG yang baru saja ditandatangani hari di kantor Kementerian ESDM, adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Lima kontrak jual beli tersebut adalah antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan BP kontraktor gas Tangguh di Papua serta Pertamina Hulu Energi (PHE) Simenggaris, dan PT Medco E&P Simenggaris. Kemudian PT Petrogas Jatim Utama dengan PC Ketapang II Ltd., Petronas Carigali (Ketapang) Ltd dan PT Saka Ketapang Perdana. Ada juga kontrak antara PT Kaltim Pasifik Amoniak (PT Pupuk Kalimantan Timur) dengan PT Pertamina (Persero) dan kontrak antara PT Meppo-gen dengan PT Medco E&P Indonesia.

Pelaksana Tugas Kepala Satuan Khusus Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Johannes Widjonarko mengatakan penandatanganan lima kontrak PJBG merupakan yang terbesar sepanjang sejarah. Jumlah gas yang ditransaksikan dalam kontrak tersebut diperkirakan mencapai 800 kargo selama waktu perjanjian.

?Kalau yang PLN dengan Tangguh perjanjianya sampai 2030, dengan total pasokan gas ke PLN sebesar 46 kargo,? ujar Johanes pada kesempatan yang sama.

Kontrak PLN dengan PHE Simenggaris dan Medco E&P Simenggaris, selama lima tahun volumenya mencapai 0,5 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Petrogas Jatim Utama membutuhkan gas untuk listrik di Jawa Timur sebanyak 12 ? 50 MMscfd dalam lima tahun. Pabrik pupuk Kaltim Pasific Amoniak butuh 65 miliar british thermal unit per hari (BBTUD), hingga 2019. Sementara Meppo-Gen butuh 10 BBTUD, untuk PLTG Gunung Megang, Sumatera Selatan. Kontrak Meppo-Gen dilakukan dalam 21 bulan.

Menurut Johanes, pasokan gas untuk domestik meningkat rata-rata 9 persen per tahun sejak 2003. Pada 2013, pasokan gas untuk dalam negeri sudah lebih besar dibandingkan ekspor. Tahun ini porsinya mencapai 3.981 BBTUD atau 53,8 persen, dan porsi ekspornya 3.416 BBTUD.

Di sisi lain, Johannes mengingatkan industri hulu migas sulit untuk menambah pasokan gas untuk dalam negeri untuk konsumen dalam negeri, karena infrastrukturnya minim. Pembangunan infrastruktur harus dipercepat, apalagi ke depan akan lebih banyak proyek gas yang berproduksi.

 ?Diperlukan kerja keras dan kerja sama dari para penjual, pembeli, dan transporter gas, serta dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam merealisasikan monetisasi lapangan?lapangan gas yang ada,? katanya.

Selain menambah penerimaan negara, pemerintah juga akan memastikan porsi gas untuk domestik akan selalu lebih besar dibandingkan ekspor. Sehingga memberi untuk kelistrikan dan membantu menjaga ketahanan pangan. Karena bisa menjamin pasokan gas ke pembangkit dan pabrik pupuk. 

Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Chairul Tanjung mengatakan  untuk menjadi negara maju, Indonesia membutuhkan pasokan energi yang cukup, terutama listrik. Makanya pemerintah mengupayakan agar pasokan gas untuk PLN bisa besar. Ini diperlukan agar PLN  bisa mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan mengurangi penggunaan bahan bakar minyak yang relative mahal.

?Tangguh masalahnya melakukan pembangunan train III. Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan negosiasi dan hasilnya 40 persen hasil Tangguh menjadi pasar domestik, dalam hal ini PLN,? ujarnya di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/10).

Reporter: Rikawati