KATADATA ? Tingginya kenaikan harga properti membuat masyarakat beralih investasi dari aset keuangan menjadi aset properti. Tingkat kenaikan harga properti dipandang lebih tinggi dibanding produk keuangan.
Jika menilik survei Harga Properti Residensial di Pasar Sekunder DKI Jakarta pada kuartal II-2013, harga rumah rata-rata mengalami kenaikan 17,5 persen satu tahun. Sementara untuk harga tanah meningkat 20,17 persen. Angka itu melebihi imbal hasil di pasar saham yang tahun ini hanya sebesar 5,37 persen. Bahkan return emas negatif 20 persen sepanjang tahun ini.
Dengan perbandingan perolehan keuntungan yang lebih tinggi, wajar jika permintaan properti diperkirakan masih tinggi. Selain untuk kebutuhan tempat tinggal, juga didorong perilaku investasi atau spekulasi karena ekspektasi kenaikan harga.
Menurut hasil survei khusus yang dilakukan Bank Indonesia mengenai Pilihan Investasi Masyarakat Indonesia, Juni 2013, sepanjang 1 tahun terakhir sebanyak 42,5 persen responden memilih untuk berinvestasi/membeli properti dibandingkan emas, saham/reksadana dan deposito. Sedangkan, yang memilih investasi di emas 27,6 persen, saham/reksadana 14,6 persen dan deposito 26,8 persen.
Permintaan properti satu tahun ke depan diperkirakan juga tetap kuat. Sedangkan, yang berminat untuk berinvestasi di properti pada satu tahun ke depan, sebanyak 64 persen responden.
Lantas, apa yang menjadi pertimbangan responden untuk memilih membeli properti?
Pertama, sebanyak 81 persen responden beralasan ada ekspektasi kenaikan harga. Kedua, sebanyak 48 persen responden karena tergiur keuntungan yang menarik. Alasan lainnya, sebanyak 11,7 persen karena properti mudah dijual kembali.
Survei ini juga menyebutkan tidak seluruh kredit kepemilikan rumah (KPR) atau kredit apartemen (KPA) yang pertama digunakan untuk ditinggali. Sekitar 13,9 persen responden menggunakan KPR/KPA pertama sebagai sarana investasi atau disewakan. Artinya, semakin banyak rumah atau KPR yang dimiliki, semakin besar kemungkinan digunakan sebagai alat investasi atau spekulasi. Survei menunjukkan 65 persen KPR/KPA kedua digunakan untuk investasi. Sedangkan 100 persen KPR/KPA ketiga digunakan untuk investasi.
Seperti diketahui kepemilikan fasilitas KPR lebih dari satu banyak dilakukan masyarakat. BI mencatat sebanyak 35 ribu orang memiliki fasilitas ini lebih dari satu. Bahkan tak sedikit orang memiliki 9-12 KPR sekaligus.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Johansyah beberapa waktu lalu pernah menyatakan pergeseran tujuan investasi sudah terjadi pada 2011. Pada 2010, masyarakat umumnya lebih memilih aset keuangan, namun sejak 2011 beralih ke aset properti. "Hal itu mengkonfirmasi beberapa debitur yang menggunakan strategi leverage (rasio utang) bank untuk investasi," ujarnya.
Tak hanya survei BI, berdasarkan data Credit Suisse memaparkan sebagian besar kekayaan orang Indonesia berbentuk aset riil seperti properti, kendaraan maupun aset perhiasan. Jumlahnya bahkan mencapai 84 persen dari total aset. Sedangkan sisanya berupa aset finansial di pasar saham maupun perbankan. Adapun total utang per individu Indonesia rata-rata sebesar 5 persen dari total aset.