Enung Sumartini bisa saja memilih jalan hidup santai dan hanya menghabiskan waktu di rumah. Namun, ibu dua anak ini memilih jalan lain. Dia singsingkan lengan baju untuk membantu suaminya, Hari Yuniardi, mengembangkan usaha kopi di Garut, Jawa Barat. Di tangan Teh Enung, demikian dia akrab disapa, bisnis kopi bermerek Mahkota Java Coffee itu terbang mengharumkan nama Garut hingga level nasional, bahkan internasional.
Sikap Teh Enung yang tak cepat puas dan terus ingin memperbaiki kualitas produk mendorong BNI mengajaknya ke berbagai pameran ternama di Indonesia. Ini penting karena, melalui pameran, pasar baru dapat terus dibuka lebar.
Enung dan Hari membawa Mahkota Java Coffee ke Korea Selatan pada 17-20 Desember 2014 dalam sebuah misi dagang. Sekembali ke Indonesia, mereka dinyatakan sebagai Wirausaha Baru Terbaik Jawa Barat dalam Bidang Pengolahan Kopi Utusan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Sukses membesarkan Mahkota Java Coffee membuat Teh Enung juga dipercaya menjadi Ketua Kelompok Tani Kasuga—singkatan dari Kopi Asli Urang Garut.
Kini, Teh Enung menjadi tumpuan puluhan pegawainya, yang 30 di antaranya perempuan. Para perempuan itu bekerja di semua lini produksi kopi, dari hulu hingga hilir. Mereka tersebar di kebun sebagai pembersih kebun dan pemetik buah kopi (12 orang), di bagian pemrosesan biji mentah dengan tugas utama menyortir biji kopi (23 orang), serta di bagian produksi dengan tugas mengolah biji menjadi bubuk kopi (3 orang). Sementara itu, di Café Mahkota atau Kedai Mahkota di Jalan Raya Bayongbong, Garut, seorang perempuan menjadi salah satu baristanya, yang dibantu satu kasir.
“Perempuan pekerja saya itu rata-rata sudah berkeluarga. Saya selalu menekankan agar mereka terus berusaha mandiri dan dapat membantu perekonomian keluarga tanpa melupakan peran sebagai ibu rumah tangga dan ibu dari anak-anaknya,” tutur Teh Enung saat ditanyai di Garut, Senin (20/4), tentang peran perempuan yang dikaitkan dengan perjuangan R.A. Kartini.
Cara berpikir itu membuat Teh Enung tidak hanya sukses dalam menjalankan bisnis, tapi juga dalam membesarkan anak-anaknya. Nikita, si sulung, kini sudah kuliah di salah satu universitas di Bandung, sementara si bungsu, Rayhan, sedang bersiap-siap memasuki bangku SMA.
Kepedulian terhadap pemberdayaan perempuan juga ditunjukkan Ibu Dayang, pemilik usaha Dayang Songket dari Pontianak, Kalimantan Barat. Kini, ada 53 perempuan yang bekerja di Dayang Songket, dari proses mengurai _gundelan_ benang menjadi hamparan benang yang siap ditenun, proses penenunan, sampai pemasaran hasil produksi.
“Inti dari pemberdayaan perempuan adalah memberikan kepercayaan diri bahwa mereka mampu untuk produktif, kreatif, inovatif, serta bersaing di tingkat nasional dan internasional dengan hasil produksi yang berkualitas,” ujarnya saat dihubungi di Pontianak, Senin (20/4).
Dayang punya tips khusus untuk membuat anak buahnya selalu bersemangat dalam memproduksi songket berkualitas. Ia selalu memotivasi dengan menunjukkan banyak produk songketnya yang dikenakan orang penting, dari bupati, tokoh masyarakat Kalimantan Barat, gubernur, para menteri, sampai presiden.
“Itu juga dapat menjadi kebanggaan perajin. Saya selaku pemilik Dayang Songket tidak tinggal diam dan tetap memberikan semangat. Perempuan pekerja saya pada umumnya ibu rumah tangga. Saya juga memperhatikan perekonomian keluarga mereka, dari kebutuhan rumah tangga sampai kebutuhan sekolah anak-anak. Hal ini saya lakukan dalam rangka menumbuhkan semangat kekeluargaan dalam ruang lingkup UMKM yang saya jalankan saat ini,” ujarnya.
Didera Wabah Covid-19
Usaha Teh Enung dan Bu Dayang sama-sama tidak imun dari dampak wabah Covid-19. Keduanya menekan keinginan menumbuhkan omzet. Mereka mengalihkan perhatian ke kepedulian terhadap lingkungan dan karyawannya dengan cara masing-masing.
Teh Enung dan suaminya berinisiatif membagi-bagikan masker di daerah Bayongbong, Garut. Mereka juga menyiapkan beberapa hand sprayer untuk menyemprotkan disinfektan di beberapa lokasi di Garut, bekerja sama dengan kepolisian setempat.
Masih banyak angan-angan Bu Dayang. Sebagai seorang ibu, ia berharap anak-cucunya kelak mampu meneruskan ide, bahkan mengembangkan usahanya menjadi lebih besar, misalnya memiliki industri hulu hingga hilir dalam industri tenun yang lebih kreatif dan inovatif.
“Untuk momen Hari Kartini ini, saya berterima kasih kepada BNI Cabang Pontianak, yang turut membantu kami melalui masa-masa sulit ini, baik dalam permodalan (KUR) maupun dalam proses promosi dan pemasaran produk tenun songket kami. Salam di rumah aja,” tuturnya.
Adapun Bu Dayang menyiapkan bantuan bahan kebutuhan pokok untuk para perajinnya, yang rata-rata terkena dampak Covid-19. “Saya pribadi selaku pemilik usaha Dayang Songket ini merasa sangat terimbas. Harapan saya, semoga Covid-19 cepat berlalu, kita dapat beraktivitas seperti biasanya, dan roda bisnis berjalan dengan lancar. Amin...,” kata Bu Dayang.