Tembus 3 Juta Kasus, Pakar Ragu Pandemi Corona di Dunia Berakhir 2020

ANTARA FOTO/REUTERS/China Daily /wsj/cf
Petugas medis dmelakukan tes swab di sebuah sekolah, Yichang, provinsi Hubei, China, Senin (27/4/2020). Hingga kemarin, kasus positif corona dunia telah menembus angka 3 juta orang.
28/4/2020, 06.00 WIB

Jumlah kasus positif virus corona Covid-19 di seluruh dunia menembus angka 3 juta kasus. Dari laman Worldometers, hingga Selasa (28/4) pukul 04.00 WIB kasus corona yang dilaporkan mencapai 3.055.498 orang.

Amerika Serikat menjadi penyumbang utama banyaknya kasus virus corona dengan jumlah 1.004.802 kasus. Di bawahnya ada Spanyol dengan 229.422 kasus. Sedangkan Italia berada di posisi ketiga dengan jumlah 199.414 orang terinfeksi.

Tiongkok, negara yang dianggap tempat lahirnya corona, berada di posisi 10 dengan 82.830 kasus positif. Sedangkan Indonesia berada di peringkat 36 dengan 9.096 kasus positif.

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dr Pandu Riono ragu bahwa penularan corona saat ini mulai melambat. Ia juga tak yakin pandemi dapat dihentikan seluruhnya di dunia pada akhir tahun ini. “Saya tidak berani (memprediksi tahun ini), tapi berharapnya akhir tahun depan menurun,” kata Pandu kepada Katadata.co.id, Senin (27/4). 

(Baca: Video: Data Terbaru Kasus Corona di Indonesia per 27 April 2020)

Pandu lalu menjelaskan hal yang membuat dirinya kurang yakin corona bisa menghilang tahun ini. Dia mengatakan beda kebijakan di setiap negara menjadi salah satu faktornya. Contohnya adalah Indonesia yang dianggap belum bisa mengimplementasikan pembatasan sosial dengan benar.

Negara lain yang menurutnya belum menjalankan pembatasan dengan maksimal adalah Amerika Serikat. Padahal di banyak negara, opsi pembatasan secara ketat atau lockdown diambil untuk menekan penularan. "Kalau (dunia) bersatu (mengambil kebijakan yang sama) untuk mengatasi ini baru bisa,” kata dia.

Pandu mengatakan secara natural penyebaran virus ini akan melamban jika lebih dari 50% penduduk telah terinfeksi. Namun sebenarnya hal ini dapat dipercepat apabila semua negara kompak melakukan physical distancing.

Dia menyayangkan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia yang bisa dikatakan gagal mengendus asal mula terbentuknya klaster corona. Salah satu contohnya ada tablig akbar di Petaling Jaya dan Gowa.

“Saling tuding bahwa ini kasus impor, tidak usah saling menyalahkan karena memang (kasus) sudah ada,” kata Pandu.

Selain itu beberapa wilayah seperti Afrika baru akan memasuki fase ledakan kasus menyusul wilayah lain. Makanya dia menperingatkan masih ada potensi terbentuknya kantong penularan Covid terutama jika pembatasan tak dilakukan serentak di dunia.

Periode penyebaran corona di dunia dari 2 juta menjadi 3 juta memerlukan waktu 12 hari. Waktu penyebaran ini tidak berbeda jauh dari 1 juta menjadi 2 juta kasus yang memakan waktu 13 hari. Meski demikian, Pandu enggan menganggap hal tersebut pertanda melambatnya penularan Covid-19.

“Karena doubling time seperti itu, 1 jadi 2, 2 jadi 4, 4 jadi 8, dan seterusnya. Perlu kami lihat berapa lama sampai 4 juta,” katanya.

Sedangkan epidemiolog dari Universitas Otago, Selandia Baru yakni Prof. Michael Baker khawatir masyarakat merasa sudah berada di akhir pandemi. Padahal masih ada orang tanpa gejala yang berkeliaran dan berpotensi menulari orang lain.

“Jangan kendurkan penjagaan dan meremehkan ini (Covid-19) karena benar-benar menulari orang (dengan cepat),” kata Baker dikutip dari New Zealand Herald, Senin (27/4).

(Baca: Gugus Tugas Pantau Jumlah Pasien Covid-19 yang Dirawat di RS Menurun)