Ahli Dokter Paru Nilai Normal Baru Belum Bisa Diterapkan Nasional

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.
Penerapan normal baru di Q-Mall, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Jumat (5/6/2020).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
13/6/2020, 10.43 WIB

Penerapan new normal atau normal baru dianggap belum dapat diterapkan di Indonesia secara nasional. Ketua Pokja Bidang Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menyatakan kasus positif virus corona atau Covid-19 yang masih meningkat menandakan Indonesia belum dapat diterapkan secara nasional.

Pada Jumat (12/6), kasus positif corona di Indonesia kembali melonjak hingga 1.111 orang dengan angka kumulatif mencapai 36.406 pasien. “Kalau kami lihat sepintas, barangkali tidak bisa secara nasional menerapkan new normal,” kata Erlina dalam diskusi virtual, Jumat (12/6).

(Baca: Positif Corona RI Melonjak 1.111 Kasus, Terbanyak dari Jatim & Jakarta)

Meski demikian, Erlina menilai penerapan tatanan normal baru dapat diterapkan di daerah yang memenuhi persyaratan terutama berhasil mengendalikan penyebaran virus corona.

Selain itu, daerah tersebut harus memiliki kapasitas laboratorium pemeriksaan corona yang memadai. Sistem kesehatan untuk penanganan corona di daerah juga harus disiapkan. Pemerintah daerah juga harus bisa mengurangi wabah corona di tempat-tempat yang berisiko, seperti fasilitas kesehatan, rumah jompo, dan permukiman padat.

“Kemudian juga ada upaya pencegahan di tempat kerja, sekolah, tempat umum,” kata dokter spesialis paru tersebut.

(Baca: Perhimpunan Dokter Paru: Pilihan Obat untuk Pasien Corona Makin Banyak)

Lebih lanjut, Erlina meminta pemerintah daerah bisa mengendalikan kasus corona yang diimpor dari wilayah lainnya. Terakhir, dia menjnta masyarakat di daerah dapat terus diedukasi agar bisa menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

“Serta (masyarakat) ikut berperan dan diberdayakan dalam masa transisi ini,” kata Erlina.

Sejak Selasa (9/6) hingga Jumat (12/6) terlihat lonjakan penambahan kasus positif virus corona atau Covid-19. Pada Selasa (9/6), kasus positif corona bertambah sebanyak 1.043 orang dan Rabu (10/6) bertambah lagi sebesar 1.241 orang.

Pada Kamis (11/2) jumlah kasus baru sebanyak 979 orang dan Jumat (12/6) kembali di atas 1.000 yakni 1.111 kasus baru. Total kasus positif Covid-19 hingga Jumat mencapai 36.406 dengan 13.213 pasien dinyatakan sembuh dan 2.048 orang meninggal dunia.

Sebelumnya, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan, tambahan kasus corona yang melonjak disebabkan karena meningkatnya uji spesimen. Pengujian pada Selasa lalu mencapai 16.181 spesimen dan Rabu mencapai 17.757.

Angka uji spesimen pada dua hari tersebut tercatat yang paling tinggi di Indonesia selama ini. “Upaya pemerintah daerah meningkatkan cakupan testing uji corona ini layak mendapat apresiasi,” kata Dicky ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (11/6).

(Baca: Kasus Baru Covid-19 Menanjak Setelah New Normal, Apa yang Terjadi?)

Dicky menyebut, pemerintah daerah perlu mendapat apresisasi karena peningkatan uji spesimen akan memudahkan pemerintah dalam menemukan kasus corona. Pemerintah dapat lebih mudah melacak dan mengisolasi orang-orang yang terinfeksi corona. “Tanpa adanya testing yang masif dan agresif, kita akan membiarkan orang-orang yang terinfeksi membawa virus ke mana-mana,” kata Dicky.

Selain peningkatan jumlah spesimen, Dicky menilai lonjakan kasus juga akibat belum berubahnya perilaku masyarakat dalam mencegah penularan corona. "Semakin masyarakat abai terhadap pencegahan maka hasil testing cenderung meningkat," kata dia.

Reporter: Dimas Jarot Bayu