Kasus virus corona di Indonesia masih terus meningkat. Data Kemenkes per 19 Juli 2020 mencatat tambahan 1.639 kasus baru dan total menjadi 86.521 orang positif. Sementara pasien sembuh sebanyak 45.401 orang dan meninggal sebanyak 4.143 orang. Angka ini didapatkan dari 1.221.518 pemeriksaan spesimen dan 707.238 orang diperiksa.
Dari data tersebut, rasio positivitas atau ratio positivity corona Indonesia sebesar 12,24%. Cara menghitung rasio positivitas adalah total kasus dibagi jumlah orang yang telah diperiksa. Rasio tersebut sangat jauh dari ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 3%-5%.
Meski demikian, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 15 Juli lalu meniliai ada lima provinsi yang paling baik mengendalikan virus corona. Kelima provinsi tersebut antara lain, D.I Yogyakarta, Aceh, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dan Gorontalo.
Ditilik selama seminggu dari 9 Juli sampai Jokowi menyatakan penilaiannya (15/7) perkembangan kasus positif di lima provinsi tersebut memang rendah. Selama rentang waktu tersebut, dari lima provinsi tersebut yang paling banyak mencatat kasus positif adalah Gorontalo dengan 106 orang. Di bawahnya adalah Aceh dan D.I Yogyakarta dengan masing-masing 48 kasus positif.
(Baca: Insentif untuk Tenaga Kesehatan Baru Cair Rp 611 Miliar)
Sementara, Sumatera Barat mencatat pertambahan kasus positif sebanyak 25 kasus. Paling rendah adalah Bangka Belitung dengan hanya 4 kasus. Bahkan, Bangka Belitung mencatat empat hari dalam rentang waktu itu tanpa pertambahan kasus, yakni pada 9, 10, 12, dan 13 Juli.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 per 19 Juli, D.I Yogyakarta menyumbang 0,5% kasus nasional dengan total 432 kasus dan 323 kasus sembuh. Aceh menyumbang 0,2% kasus nasional dengan total 146 kasus dan 104 kasus sembuh.
Lalu, Bangka Belitung menyumbang 0,2% kasus nasional dengan total 176 kasus dan 167 kasus sembuh. Sementara Sumatera Barat menyumbang 1% kasus nasional dengan total 826 kasus dan 700 kasus sembuh dan Gorontalo menyumbang 0,5% kasus nasional dengan total 432 kasus dan 311 kasus sembuh.
(Baca: Jokowi Tunjuk Wamen BUMN Pimpin Satgas Tangani Dampak Ekonomi Corona)
Kecilnya kasus di lima provinsi tersebut tak lepas dari kinerja pemerintahnya masing-masing dalam menekan persebaran virus corona. Misalnya Aceh yang, mengutip laman resmi Pemprov Aceh, telah menyiapkan posko informasi dan rumah sakit rujukan untuk menangani virus corona. Termasuk melakukan jam malam sebelum daerah lain melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Rasio Tes Masih Timpang
Di luar pujian Jokowi terhadap lima provinsi tersebut, perkembangan pandemi virus corona di Indonesia masih menyimpan fakta pilu ketimpangan rasio tes antara DKI Jakarta dan daerah lainnya. Merujuk laporan situasi WHO pada 15 Juli, hanya Ibu Kota yang melewati parameter minimal 1 tes per 1.000 orang per minggu selama tiga minggu berturut-turut.
Rasio tes DKI Jakarta selama tiga minggu berturut-turut tersebut berkisar antara 1,5 sampai 2,0 per 1.000 orang. Hal ini lebih tinggi dibandingkan Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten yang rasionya belum sampai 0,5 per 1.000 orang. Sementara dari lima provinsi ini, rasio positivitas tertinggi adalah Jawa Timur dengan kisaran 25%-30% diikuti Jawa tengah yang berkisar 10%-20%.
Dilihat datri data uji spesimen milik pemerintah yang diumumkan pada 7 Juli lalu, DKI Jakarta juga masih terbanyak dengan 26.527 per satu juta penduduk. Disusul Sumatera Barat dengan 9.124 per satu juta penduduk, lalu Bali dengan 8.870 per satu juta penduduk, Sulawesi Selatan dengan 6.288 per satu juta penduduk, dan Papua dengan 5.440 per satu juta penduduk.
Ketimpangan tes covid-19 antar provinsi ini lah yang menyebabkan rasio secara nasional belum mampu melewati 2.500 spesimen per satu juta populasi. Data Kemenkes per 16 Juli menyatakan rasionya sebesar 2.449 spesimen per satu juta populasi. Angka ini jauh dari Singapura yang telah mencapai 116.994 spesimen per satu juta populasi per 24 Juni berdasarkan data Worldometers.
Selengkapnya bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:
Direktur WHO, Teddros Adhanom Ghebreyesus sejak jauh hari telah menyatakan tes massif sangat penting dalam menekan penyebaran virus corona selain isolasi dan penelusuran kontak. “Itu merupakan tulang punggung dalam merespons penyebaran virus corona,” katanya, Selasa (17/3) melansir situs resmi WHO.
Oleh karena itu, Ghebreyesus meminta kepada setiap negara untuk memperbanyak tes untuk menekan penyebaran virus corona. Bukan hanya melakukan jaga jarak sosial yang saat itu sudah mulai diterapkan di sejumlah negara dunia.