Aktivitas olahraga di masa pandemi ternyata tak selamanya diasosiasikan dengan hidup sehat. Pakar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. dr. Ascobat Gani mengatakan berolahraga secara ramai-ramai bisa menjadi salah satu faktor risiko penularan virus corona.
Beberapa aktivitas yang melibatkan keramaian antara lain bersepeda dan car free day disebutnya jadi potensi penularan. “Sport bersama, gowes misalnya itu pernah ada yang positif (corona) ramai-ramai,” kata Ascobat dalam diskusi virtual yang digelar BNPB, Jumat (7/8).
Potensi lainnya adalah budaya menongkrong dan berkumpul di areal pemukiman. Ascobat mengatakan dampak dari aktivitas dilakukan di rumah, maka masyarakat semakin banyak yang saling bertemu di wilayah tempat tinggalnya.
“Karena saya amati dengan stay at home, orang akan mencari kegiatan sebagi kompensasi kebosanan,” ujarnya.
Ascobat mengatakan potensi penularan dari kegiatan-kegiatan tersebut harus jadi perhatian warga dan pemerintah. Dia menyampaikan jika kesadaran masyarakat tak muncul, maka pemerintah perlu menjalankan sanksi kepada pelanggar dan hadiah kepada yang patuh protokol.
“Saya optimis Covid-19 bisa selesai asal protokol kesehatan berjalan. Itu lebih murah ketimbang masuk rumah sakit yang mahal biayanya,” kata dia.
Di kesempatan yang sama, juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan munculnya klaster corona tak terbatas pada zona merah saja. Dia menjelaskan, adanya kerumunan di manapun bisa memunculkan penularan. “Bisa di komunitas, perkantoran, atau di kendaraan umum,” kata Wiku.
Oleh sebab itu, langkah pertama penanganan klaster adalah masyarakat perlu mengetahui lokasi penularan. Kedua adalah perawatan atau isolasi mereka yang telah terinfeksi corona. Ketiga, membersihkan areal terutama yang sering disentuh dengan disinfektan.
“Tracing dilakukan. Siapa saja yang dikontak, berapa lama, kapan, itu didata dan diperiksa,” kata Wiku.