Di tengah kurva penularan virus corona di Indonesia terus menjulang, muncul isu kalau pemerintah kembali melakukan pelonggaran. Rapid test dan polymerase chain reaction atau tes PCR dikabarkan tak lagi jadi syarat perjalanan. Benarkah demikian?
Penggunaan rapid test dengan hasil nonreaktif atau tes PCR dengan hasil negatif merupakan syarat wajib untuk perjalanan jauh dengan transportasi publik seperti pesawat, kereta, Kapal dan bus-bus antar kota. Namun, belakangan muncul isu kalau penggunaan tes ini tidak lagi diwajibkan.
Pangkal masalahnya adalah kutipan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019. Dalam aturan yang sebenarnya telah dirilis sejak 13 Juli 2020 tersebut disebutkan bahwa rapid test tidak digunakan untuk diagnostik Covid-19.
Bagaimanapun, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Achmad Yurianto menjelaskan, rapid test tetap digunakan. “Penggunaan rapid test tetap dilakukan pada situasi tertentu, seperti dalam Pengawasan pelaku perjalanan,”ujarnya, Selasa (9/9).
Bahkan, dalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik), diharuskan untuk mengikuti ketentuan sesuai protokol kesehatan ataupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan, dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/382/2020, ditetapkan bahwa baik penumpang maupun awak alat angkut wajib membawa surat keterangan pemeriksaan real time PCR atau surat keterangan pemeriksaan rapid test yang diterbitkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta. “Ini masih berlaku,” kata Yuri.
Selain itu, pada halaman 44 dan 45 juga disebutkan bahwa seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Artinya, selain menunjukkan keterangan rapid test atau tes PCR, penumpang wajib menggunakan masker, sering mencuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak satu sama lain (physical distancing), hingga menggunakan pelindung mata/wajah.
Seluruh prosedur ini, kelengkapan persyaratan kekarantinaan akan diperiksa oleh petugas di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Selain itu, petugas akan melakukan pemeriksaan suhu tubuh terhadap penumpang dan awak alat angkut dan pemeriksaan lain yang dibutuhkan.
KKP juga akan melakukan verifikasi kartu kewaspadaan kesehatan atau Health Alert Card (HAC) secara elektronik maupun non-elektronik.
Formulir tersebut harus diisi oleh KKP. Terkait penemuan kasus di pintu-pintu masuk, petugas akan mencatat nama, NIK, umur, jenis kelamin, dan alamat domisili. Selain itu, nomor kontak, tanggal onset (muncul gejala), riwayat (kontak/perjalanan/tidak ada), kondisi penyerta, status epidemiologi (suspek/probable/konfirmasi), tindakan (rujuk/rawat/isolasi mandiri).
Formulir notifikasi penemuan kasus tersebut selanjutnya dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi untuk direkap dan ditindaklanjuti.
Kajian Pemerintah
Syarat wajib rapid test atau tes PCR tentunya menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku perjalanan selain ongkos tiket. Untuk rapid test, biaya termurahnya sekitar Rp 85 ribu, sedangkan untuk tes PCR, biayanya berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Untuk meningkatkan penjualan, beberapa maskapai seperti Lion Air dan Citilink menyediakan fasilitas rapid test bagi calon penumpang. Begitu juga PT Kereta Api Indonesia menyediakan fasilitas rapid test berbayar di stasiun dengan menggandeng laboratorium swasta.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan bahwa sempat ada kajian terkait dengan pencabutan aturan untuk wajib rapid test untuk pelaku perjalanan. Namun, belum ada keputusan terkait hal tersebut.
Pemerintah juga terus memantau kasus positif Covid-19 yang terus bertambah. "Saat ini Satgas Covid-19 sedang melakukan kajian terhadap opsi terbaik untuk pelaku perjalanan dalam rangka untuk menghindari penularan dari satu daerah ke daerah lain," ujar Wiku pada Agustus lalu.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan bahwa kajian untuk meminimalisir penyebaran kasus antardaerah melalui pelaku perjalanan tersebut masih berlanjut. Namun, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto memastikan bahwa saat ini, rapid test atau PCR tetap menjadi syarat bagi calon penumpang pesawat.