Pejabat yang memimpin penanganan Covid-19 di Indonesia bertambah banyak. Teranyar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengendalikan corona di delapan provinsi.
Jokowi menyampaikan keputusannya dalam rapat terbatas yang khusus membahas penanganan Covid-19, Senin (14/9). Luhut mendapat target kerja menurunkan kasus corona di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan dalam dua pekan.
“Kami harus bisa mencapai tiga sasaran yaitu penurunan penambahan kasus harian, peningkatan recovery rate (tingkat kesembuhan) dan penurunan mortality rate (tingkat kematian)," kata Luhut dilansir dari Antara, Senin (14/9).
Luhut menyampaikan alasan lain penunjukkannya karena penanganan corona perlu melibatkan sektor lainnya. Dia akan menjaga perekonomian di delapan wilayah tersebut agar tidak terkontraksi.
Namun, sejumlah ahli menganggap penunjukkan Luhut ini merupakan cerminan semrawutnya birokrasi penanganan Covid-19 di Indonesia. Apalagi, pemerintah dari pusat hingga daerah saat ini telah memiliki banyak instansi untuk menangani pandemi dan dampaknya.
Di tingkat pusat, selain Kementerian yang langsung menangani pandemi, ada pula lembaga ad hoc semodel Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Komite ini dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Sedangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir didapuk menjadi Ketua Pelaksana
Jika dibedah, Komite terdiri dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang dipimpin Doni Monardo serta Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional yang diawaki Wamen BUMN Budi Gunadi Sadikin.
Doni sebelumnya merupakan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang saat ini diubah menjelma jadi Satgas. Namun Gugus Tugas di tiap daerah masih tetap bertugas dan dijabat Gubernur.
Jabatan Luhut sendiri sebenarnya masuk dalam struktur sebagai Wakil Ketua Komite. Meski demikian, ahli menganggap ditunjuknya mantan Menko Polhukam ini cerminan semrawutnya birokrasi RI dalam menangani Covid-19.
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono mempertanyakan alasan Jokowi memerintahkan Luhut. Padahal seharusnya Presiden yang langsung berkoordinasi dengan kepala daerah dalam menyelesaikan pandemi.
“Pandemi ini harus ditangani langsung Presiden bersama kepala daerah. Lembaga ad hoc sebaiknya dibubarkan saja,” kata Pandu kepada Katadata.co.id, Selasa (15/9).
Bukan tanpa alasan, dengan koordinasi langsung bersama kepala daerah, maka Jokowi dapat mengetahui langsung situasi penanganan pandemi. Apalagi kepala daerah merupakan orang yang paling mengerti kondisi wilayahnya. “Salah perintah dan salah orang. Itu kesalahan yang berulang karena daerah yang paling mengerti,” ujarnya.
Sedangkan urusan teknis seperti pelayanan kesehatan dan bantuan sosial bisa ditangani langsung Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. “Jangan perintahkan kementerian yang tidak ada tupoksinya,” kata Pandu.
Senada, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan koordinasi penanganan pandemi oleh pemerintah tak berjalan mulus. Jokowi seharusnya menunjuk Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk menangani kasus.
Pertimbangannya, Menkes merupakan pejabat yang paling berwenang menangani pandemi sesuai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan “Itu menunjukkan tata kelola yang tak transparan dan professional,” kata Trubus kepada Katadata.co.id, Selasa, (15/9).
Manajemen Satu Pintu
Daerah juga telah memberikan solusi untuk memangkas birokrasi penanganan Covid-19. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyarankan pengendalian pandemi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dapat ditangani oleh satu pemangku kebijakan.
Hal ini perlu dilakukan agar penanganan corona di Jabodetabek semakin tepat dan cepat. “Pelajarannya, kalau ada pandemi lagi, Jabodetabek itu harus satu manajemen,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil dalam wawancara khusus kepada Katadata.co.id, Jumat (4/9).
Dia mengatakan saat ini penanganan pandemi corona di Jabodetabek diurus oleh empat pengambil keputusan yakni Pemerintah Provinsi DKI, Jabar, Banten, dan pemerintah pusat. Dengan adanya empat pengambil keputusan, kondisi pengendalian Covid-19 di ibu kota dan penyangganya menjadi rumit.
Bahkan risiko penularan Covid-19 di wilayah tersebut akan besar jika pemerintah tak berkoordinasi dengan baik. “Kalau enggak kompak, ya tahu sendiri (akibatnya),” kata dia.
Baik Pandu maupun Trubus sepakat dengan usul mantan Wali Kota Bandung tersebut. Bedanya Trubus menyarankan penanganan pandemi Jabodetabek dilakukan di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Hal ini akan mencegah sengkarut keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jakarta jilid II terjadi lagi. Saat itu, muncul silang pendapat antara Gubernur DKI Anies Baswedan dan pemerintah pusat mengenai pengurangan aktivitas kantor.
"Yang bisa kumpulkan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu Mendagri. Tidak boleh jalan sendiri-sendiri," kata Trubus.
Sedangkan Pandu meminta koordinasi dilakukan langsung di bawah kendali Jokowi. Presiden memiliki instrumen yang cukup untuk memastikan kerja sama antar daerah terjaga. “Presiden punya Kepala Staf Presiden, Sekretaris Kabinet dan Staf Khusus bisa langsung menangani ini,” kata Pandu.
Namun keduanya juga merasa bahwa kunci pembenahan birokrasi dalam penanganan Covid-19 ada pada kepemimpinan Jokowi. “Tidak bisa hanya (imbauan) lewat lisan saja, harus ada payung hukumnya,” kata Trubus.