Tumpang Tindih Wewenang 17 Instansi Jadi Kendala Atasi Stunting di RI

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Pemberian vitamin A pada balita di Posyandu Bougenvile, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (25/2/2020). Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan penanganan stunting masih terkendala birokrasi 17 instansi.
15/9/2020, 19.48 WIB

Tumpang tindih kewenangan dalam sektor kesehatan tak hanya terjadi dalam penanganan penyakit menular seperti Covid-19. Pemerintah menyatakan semrawutnya birokrasi masih menjadi kendala mengatasi kekerdilan (stunting) RI.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan masih ada tabrakan kewenangan 17 Kementerian dalam mengatasi stunting.  Padahal kondisi ini bisa berdampak pada produktivitas angkatan kerja RI. 

“Banyak tangan sehingga bukannya selesai, malah remuk. Overload," kata Muhadjir dalam Virtual Sarasehan: 100 Ekonom, Selasa (15/9). Meski demikian Muhadjir tak memerinci instansi tersebut.

 Muhadjir mengatakan dari total 136 juta pekerja, 54% di antaranya mengalami stunting di masa kecil. Ini akan berdampak pada kemampuan otak yang tidak bisa digunakan secara maksimal.

Sedangkan dari data Kementerian Kesehatan, 28 dari 100 balita mengalami stunting pada 2019. Prevalensi tersebut masih cukup tinggi jika dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.

Pemerintah pun menargetkan penurunan angka stunting pada 2024 sebesar 14%. Makanya Muhadjir mengatakan ada usulan kepada Presiden Joko Widodo untuk menunjuk institusi yang paling bertanggung jawab mengentaskan kekerdilan.

Jokowi sempat meminta upaya penurunan stunting berfokus di 10 provinsi dengan angka prevalensi stunting yang tertinggi di Indonesia. Kesepuluh wilayah itu adalah Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. "Fokus saja di situ,” kata Jokowi bulan lalu.

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), potensi kerugian ekonomi akibat masalah ini mencapai 2%-3% dari produk domestik bruto atau setara Rp 260 triliun hingga Rp 390 triliun per tahun.

Munculnya Covid-19 juga membuat pekerjaan rumah dalam menangani stunting bertambah. Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan terdapat tambahan 700 ribu anak di seluruh dunia mengalami stunting selama pandemi sehingga jumlahnya kini menjadi 144 juta anak.

Jumlah tersebut menunjukkan 1 dari 5 anak di dunia mengalami kondisi gagal tumbuh. Selain itu, Suharso mengatakan 820 juta penduduk dunia saat ini mengalami kelaparan. "Sehingga akibat Covid-19 ini memang sangat bahaya," kata dia.

Reporter: Rizky Alika