Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang digadang akan membuka lapangan pekerjaan dan mendorong investasi, memiliki celah kembalinya resentralisasi pembangunan melalui tata kelola perizinan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengungkapkan, ada semangat yang baik dari RUU Cipta Kerja karena pemerintah hendak menciptakan jalan yang sistematis untuk penciptaan lapangan kerja. Namun, jangan sampai aturan itu malah mengurangi peran pemerintah daerah dalam pembangunan.
“Tidak lagi bisa dibenarkan ada upaya sepihak untuk melakukan resentralisasi proses-proses pembangunan. Termasuk tata kelola perizinan yang hari ini ada di daerah kemudian berpindah ke pemerintah pusat,” ujar Robert, pada webinar soft launching Daya Saing Daerah Berkelanjutan Award yang mengangkat tema “RUU Cipta Kerja: Momentum Agregasi Daya Saing Daerah” yang digelar Katadata bekerja sama dengan KPPOD dan Kinara Indonesia, Selasa (22/9).
Turut hadir pada dalam webinar tersebut, Akademisi dan Pakar Etika Pembangunan Berkelanjutan Sonny Keraf, Bupati Temanggung H. Muhammad Al Khadziq, Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Lestari Indah, Program Development Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) Aloysius Wiratmo, Resource Mobilization Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Widya Hasian, dan Peneliti KPPOD Armand Suparman.
Robert tidak menampik bahwa masih ada daerah yang belum efisien dalam tata kelola perizinan. Namun, cara yang ditempuh bukan berarti menarik kembali urusan yang sudah ada di pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah justru harus ditingkatkan dengan aturan-aturan yang tidak menimbulkan kebingungan di tataran daerah.
“Kita harapkan bagaimana menciptakan kerangka kebijakan yang solid,” katanya.
Robert mengungkapkan, setiap daerah juga perlu didorong untuk memiliki daya saing agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Ada empat hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya lingkungan lestari, sosial inklusif, ekonomi unggul, dan tata kelola yang baik.
“Sudah tidak jamannya lagi kalau bicara investasi hanya bicara bagaimana ekonomi tumbuh. Ada banyak hal lain yang harus menjadi pertimbangan penting,” ujarnya.
Dalam konteks inilah, KPPOD bersama dengan Katadata Insight Center dan Kinara Indonesia menggelar inisiatif Daya Saing Daerah Berkelanjutan Award untuk mendorong praktik keberlanjutan dalam pembangunan sebagai landasan peningkatan daya saing daerah. Daya saing yang meningkat akan memperkuat ketahanan daerah untuk menarik investasi.
Peneliti KPPOD Armand Suparman lebih lanjut memaparkan indeks daya saing berkelanjutan mengacu pada empat elemen. Pertama, lingkungan lestari yang menunjukkan kemampuan pengelolaan kualitas lingkungan dan risiko yang ditimbulkan oleh negara, masyarakat, atau alam itu sendiri. Kedua, sosial inklusif dengan mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas hingga menjamin kemudahan aksesnya.
Ketiga, ekonomi unggul dengan memastikan potensi ekonomi berjalan baik melalui jaminan ekosistem dan ketersediaan infrastruktur. Keempat, tata kelola yang baik berupa penguatan interaksi aktor kunci, menjamin perencanaan dan penganggaran pemerintah pusat dan daerah, serta pelayanan dan akses yang baik bagi kelompok rentan.
Akademisi dan Pakar Etika Pembangunan Berkelanjutan Sonny Keraf yang merupakan pembicara kunci dalam webinar tersebut menilai, permasalahan utama dalam menciptakan daya saing daerah yang berkelanjutan adalah korupsi. Perilaku koruptif mampu membuat proses izin berbelit-belit dan tidak pasti sehingga muncul ide Omnibus Law seperti RUU Cipta Kerja.
“Selama problem korupsi tidak diatasi, apapun isi undang-undangnya, keberlanjutan pembangunan, ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial akan tetap bermasalah,” katanya.
Namun, lanjut Sonny, bukan berarti peran pemerintah daerah dikurangi. Justru pengawasan dan pendampingan perlu diperkuat. Dengan begitu kegiatan perekonomian dapat berjalan dengan baik dengan mengedepankan kelestarian lingkungan hidup dan prinsip keberlanjutan.
Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Perekonomian Lestari Indah menuturkan, RUU Cipta Kerja merupakan momentum untuk mereformasi tata kelola dan kerangka berpikir. Menurutnya, tidak ada wewenang pemerintah daerah yang berkurang akibat adanya RUU tersebut.
“Kewenangan daerah tetap, tapi dalam kewenangannya harus mengacu pada NSPK (Norma Standar Prosedur dan Kriteria) yang sudah dipersiapkan pusat,” tuturnya.
Resource Mobilization KRKP Widya Hasian mengingatkan, RUU Cipta Kerja juga harus memperhatikan kelompok marjinal. Pasalnya RUU tersebut memosisikan petani dan masyarakat dalam situasi sulit.
“Apakah ini menciptakan pemerataan pembangunan atau justru memperlebar jurang kemiskinan?” tanyanya.
Menurut Widya, selama 10 tahun terakhir kesenjangan justru meningkat di tengah pertumbuhan ekonomi dan menurunnya angka kemiskinan. “Investasi harusnya menempatkan petani jadi aktor utama, bukan penonton saja,” katanya.
Pentingnya Prinsip Keberlanjutan
Menurut Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq, otonomi daerah yang selama ini berjalan menjadi kunci terciptanya kompetisi yang sehat. Oleh karenanya RUU Cipta Kerja harus mampu mendorong daerah untuk membangun daya saing. Selain itu, RUU tersebut menerapkan prinsip keadilan dan keberlanjutkan sebagai prioritas utama.
“Kalau daerah maju, kuat, dan sustain, Indonesia pun pasti akan maju, kuat, dan sustain,” katanya.
Program Development Manager IBCSD Aloysius Wiratmo juga menjelaskan pentingnya faktor keberlanjutan bagi perusahaan sebab bisa mendatangkan manfaat bisnis. Di antaranya perusahaan mampu mengelola risiko bahan baku akibat dampak iklim dan juga ada peluang pasar dari produk ramah lingkungan.
“Adanya program Sustainable Development Goals yang mendorong dunia usaha untuk menerapkan hal tersebut,” katanya.