Belum Ada Efek Samping dari Uji Klinik Vaksin Covid-19 di Indonesia

ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter/AWW/dj
Ilustrasi, seorang pria berada di laboratorium pembuat vaksin milik China Sinovac Biotech di Beijing, China, Kamis (24/9/2020). Uji klinik vaksin virus corona di Indonesi belum menimbulkan efek samping terhadap para relawan.
6/10/2020, 12.30 WIB

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM terus mengawasi pelaksanaan uji klinik vaksin virus corona. Lembaga itu pun menyatakan hingga saat ini belum ada efek samping yang muncul dari uji klinik tersebut.

Adapun uji klinik fase III Vaksin Sinovac dilaksanakan oleh PT. Bio Farma bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad). Vaksin tersebut dikembangkan oleh Sinovac Life Science China dengan menggunakan teknologi virus tidak aktif (inactivated virus).

“Sejauh ini, tidak ada laporan kejadian efek samping dalam uji klinik ini,” ujar Kepala Penny Kusumastuti Lukito dalam siaran pers pada Senin (5/10).

Uji klinik fase III ini direncanakan melibatkan 1.620 sukarelawan di Bandung. Sampai dengan September 2020 telah direkrut 1.089 subjek yang mendapatkan suntikan pertama dan 457 subjek yang telah mendapatkan suntikan kedua.

Diharapkan semua subjek dapat selesai direkrut pada pertengahan Oktober 2020. Sehingga data interim hasil uji klinik bisa dievaluasi untuk mendapatkan persetujuan penggunaan saat emergensi (Emergency Use Authorization/EUA). EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi COVID-19.

Dalam proses tersebut, BPOM bertugas mengevaluasi protokol uji klinik sehingga mencapai tujuan dalam memastikan khasiat dan keamanan vaksin yang diuji. Selain itu, lembaga itu mengawal penyiapan produksi vaksin untuk memenuhi persyaratan mutu produk, melalui sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) sarana produksi bulk vaksin di Tiongkok dan proses filling finished product di PT. Bio Farma.

BPOM juga mengawasi perkembangan vaksin dari Sinopharm – G-42 Abu Dhabi, yang saat ini sedang berlangsung uji klinik fase 3 di Uni Emirat Arab (UEA). Targetnya akan ada subjek 22.000 yang terlibat dalam uji klinik tersebut dan selesai pada akhir Oktober 2020.

Indonesia melalui PT. Kimia Farma sebagai salah satu BUMN Farmasi yang bekerjasama dengan G42, perusahaan multi nasional di UEA, akan mendapat suplai vaksin tersebut. "BPOM telah kerja sama dengan Otoritas Obat di UEA untuk mengevaluasi bersama agar proses persetujuan penggunaan saat emergensi dapat diberikan segera,” kata Penny.

 

Selain kedua vaksin yang telah mencapai uji klinik fase III tersebut di atas, terdapat juga pengembangan vaksin oleh PT. Kalbe Farma bekerja sama dengan Genexine Korea Selatan. Uji Klinik fase I dan fase IIA sedang berlangsung di Korea Selatan dengan target selesai Oktober 2020. Selanjutnya direncanakan akan dilakukan uji klinik fase II dan III di Indonesia, dengan target keseluruhan selesai pada Desember 2021.

Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi juga membentuk Konsorsium Pengembangan Vaksin Merah Putih. Konsorsium itu diperkuat dengan Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 2020 Tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Perkembangan vaksin tersebut masih dalam tahap pengembangan bibit vaksin dari isolasi virus pasien Covid-19 Indonesia sampai prototipe vaksin di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Selanjutnya, dilaksanakan perbanyakan dan pemurnian menjadi bulk vaksin yang akan diformulasi untuk skala laboratorium di Industri Farmasi untuk digunakan pada uji pre klinik dan uji klinik.

Di sisi lain, BPOM menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat untuk obat Favipiravir kepada Industri Farmasi PT. Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan® dan kepada PT. Kimia Farma Tbk. yang memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia pada 3 Oktober 2020. Sedangkan untuk Remdesivir telah diberikan EUA sejak 19 September 2020 kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica. 

Adapun obat Favipiravir digunakan untuk pasien derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit. Sedangkan Remdesivir untuk pasien derajat berat yang dirawat di rumah sakit.

BPOM selalu mewajibkan industri farmasi selaku pemilik EUA untuk menjamin mutu obat, uji klinik di Indonesia untuk memastikan khasiat dan keamanan obat, serta farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat kepada BPOM. 

“Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien Covid-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan. Semoga para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan Farmakovigilans,” kata dia.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua laporan tersebut diterima oleh BPOM dan dievaluasi secara periodik. Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka Badan POM dapat menindaklanjuti dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA.

Sejak periode Maret sampai dengan September 2020, BPOM secara berkala berpatroli siber terhadap obat yang diklaim dapat menyembuhkan Covid-19 dengan hasil 46.081 link, diantaranya 2.645 link pelapak ilegal menjual obat antivirus. Terhadap temuan tersebut, telah diajukan rekomendasi takedown kepada idea (Indonesian E-Commerce Association) dan Kemenkominfo dan telah terealisasi 73,9 persen.

BPOM juga terus-menerus mengawasi mutu obat melalui sampling dan pengujian, pengawasan keamanan obat melalui aktivitas farmakovigilans dengan menerima pelaporan efek samping obat dari industri farmasi, tenaga kesehatan, dan masyarakat melalui aplikasi BPOM Mobile.

Masyarakat diminta berhati-hati dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk obat dan makanan, termasuk banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim mencegah, mengobati atau menyembuhkan Covid-19. Selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat dan makanan.

Selain itu, BPOM mengingatkan pentingnya protokol kesehatan. Pasalnya, pencegahan merupakan kunci utama dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona. Selalu memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, rajin mencuci tangan dengan sabun, olahraga rutin, istirahat cukup, makan makanan sehat dan bernutrisi.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan