Mengapa Anggaran Kesehatan Cuma 13% pada Dana Penanganan Corona & PEN?

Katadata
Budi Gunadi Sadikin, Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
18/12/2020, 20.07 WIB

Alokasi anggaran bidang kesehatan dalam program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020 jauh lebih kecil ketimbang sektor ekonomi. Padahal, pandemi Covid-19 merupakan krisis Kesehatan yang kemudian berdampak pada sektor ekonomi.

Di Indonesia, anggaran kesehatan hanya Rp 96,17 triliun atau 13,8% dari total dana PC-PEN yang mencapai Rp 695,2 triliun. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

"Minta (anggarannya) sedikit. Coba minta yang banyak, pasti dikasih," kata Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I Budi Gunadi Sadikin dalam diskusi Health Outlook 2021, Jumat (18/12). Budi juga merupakan Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional.

Ia mengatakan, pejabat sektor kesehatan seharusnya berada di garis depan dalam menyusun respons kebijakan saat pandemi. Namun, menurutnya, pejabat dari sektor kesehatan tidak terbiasa menghadapi krisis.

"Yang terbiasa maju orang ekonomi. Dia langsung maju ke depan, solusinya begini," ujar dia.

Masalahnya, pandemi ini berbeda dengan krisis ekonomi global sebelumnya. Budi pun menilai, respons kebjakan pandemi harus berbeda dari krisis ekonomi sebelumnya.

Ia pun berharap, respons pemerintah dapat dilahirkan dari pihak yang memahami sektor kesehatan. Sebab, krisis tidak akan berakhir bila permasalahan kesehatan belum dituntaskan. "Berapa ratus triliun uang kami gelontorkan, selama masalah kesehatan tidak beres, (krisis) tidak akan beres," katanya.

Simak Databoks berikut:

Sebagaimana diketahui, total anggaran PC-PEN pada tahun ini mencapai Rp 695,2 triliun. Dari jumlah itu, alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp 96,17 triliun atau 13,8% dari total anggaran PC-PEN.

Selebihnya, anggaran tersebut dialokasikan untuk bidang PEN, yaitu insentif usaha sebesar Rp 120,61 triliun, perlindungan sosial Rp 230,66 triliun, sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp 70,70 triliun, UMKM Rp 115,82 triliun, dan pembiayaan korporasi Rp 61,22 triliun.

Senada dengan Budi, Ekonom Senior Faisal Basri menyatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak bisa mengeluarkan anggaran kesehatan dalam program PC-PEN tanppa permintaan dari pejabat yang bersangkutan.

"Mengapa tidak ada permintaan? Karena Menteri Kesehatan menganggap tidak perlu. Menteri Keuangan bisa dipenjara kalau kasih uang tanpa ada rencana," ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Faisal juga menyoroti turunnya anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Ia mempertanyakan alokasi anggaran kesehatan hanya Rp 169,7 triliun, turun 20,1% dari anggaran tahun ini sebesar Rp 212,5 triliun.

Padahal, pelayanan kesehatan primer di Indonesia dinilai masih buruk. Semestinya, perbaikan pelayanan kesehatan primer dapat menggunakan anggaran infrastruktur yang mengalami lonjakan pada tahun depan, yaitu dari Rp 281,1 triliun menjadi Rp 414 triliun. "Jadi kesehatan memang nomor dua. Tidak ada komitmen," katanya.

Kondisi itu membuat masyarakat Indonesia harus merogoh kocek lebih dalam untuk kesehatan. Faisal memperhitungkan, sebesar 35% pengeluaran pada bidang kesehatan berasal dari dana masyarakat.

Di Thailand, dana masyarakat hanya mencakup 11% dari total pengeluaran pada bidang kesehatan. Sementara, Afrika Selatan hanya 7,8%, Turki 17,4%, dan Uni Eropa di bawah 20%. "Indonesia sudah miskin, rakyatnya harus bayar pengeluaran lebih banyak," kata dia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi yang menghadiri forum yang sama tidak menanggapi semua tudingan tersebut.

Reporter: Rizky Alika