Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Institut Pertanian Bogor (IPB) hari ini. Pemberian gelar Honoris Causa kepada Doni Monardo telah diputuskan dalam Rapat Pleno Senat Akademik (SA) IPB pada Oktober 2020.
“Pemberian gelar ini sesuai dengan Peraturan Senat Akademik IPB Nomor 05/2015 tentang Pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) di Lingkungan IPB,” demikian pernyataan resmi IPB, Sabtu (27/3/2021).
Doni Monardo dinilai pantas memperoleh pengakuan dan penghargaan atas karya, prestasi, dedikasi, dan kontribusi yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta atas pengabdian dan jasanya yang luar biasa bagi kemajuan pendidikan, pembangunan dalam arti luas, dan kemanusiaan.
IPB menilai ada lima aksi Doni Monardo yang dinilai luar biasa sehingga berhak menerima gelar honoris causa ini. Pertama, membangkitkan kepedulian lingkungan dan memberikan pelatihan keterampilan (environmental awareness and training).
Kedua, memobilisasi sumber daya (resource mobilization) dan membangun jejaring kerja kolaborasi (pentahelix). Ketiga, memulihkan dan merehabilitasi keanekaragaman hayati spesies dan ekosistem. Keempat, membangun kolaborasi penegakan hukum. Dan kelima, melakukan advokasi kebijakan.
Doni Monardo yang kini juga menjadi Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 juga memiliki rekam jejak karier yang panjang. Dalam menjalankan tugasnya sebagai tantara, Doni dinilai telah berkontribusi terhadap pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Salah satunya ketika dia menjabat sebagai Pangdam Siliwangi (2017-2018) dengan program Citarum Harum. “Air sumber kehidupan, sungai adalah peradaban bangsa. Bagaimana kita bisa dianggap sebagai bangsa yang beradab, ketika mata air kita musnahkan dan sungai kita cemari,” kata Doni Monardo saat menyampaikan orasi ilmiahnya.
Selamat karena Pohon
Pengalaman bertahun-tahun berlatih dan menjalani penugasan dalam operasi militer di hutan membuat Doni mengenali banyak jenis tanaman. “Sehingga saya berkomitmen untuk menanam, merawat dan melestarikan tanaman di mana pun saya berada,” ujarnya.
Ada pengalaman yang tak terlupakan olehnya. Pada April 1988, Doni yang baru tiga tahun lulus dari Akademi Militer lolos dari serangan roket karena bersembunyi dalam lubang di bawah sebuah pohon besar.
“Saya bisa selamat karena ada pohon besar. Jadi saya berutang budi pada pohon-pohon itu,” ujarnya.
Sejak itu ia selalu berupaya melakukan penghijauan di mana pun bertugas. Dimulai dengan menanam pohon di Asrama Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad yang tandus, di Kariango, Sulawesi Selatan. Dilanjutkan dengan pembibitan Trembesi, serta menanamnya di banyak tempat di Sulawesi Selatan termasuk di Lapangan Karebosi dan Bandara Sultan Hasanuddin.
Setelah pindah ke Paspampres di Jakarta, ia membuat kebun bibit trembesi di Cikeas akhir November 2008. Pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2009, bibit trembesi itu dibagikan di Istana Merdeka.
Selanjutnya, tahun 2010 Doni mengembangkan kebun bibit di Rancamaya. 100.000 bibit trembesi ditanam di wilayah Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dan DKI Jakarta termasuk di sepanjang Kota Kudus, Jawa Tengah.
Kemudian 100.000 bibit Sengon dibagikan secara gratis kepada masyarakat termasuk warga terdampak erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Setahun kemudian, ia mendirikan Paguyuban Budiasi di Sentul di lahan pinjaman milik alm. Ketut Masagung. Budiasi kependekan dari Budidaya Trembesi, nama pemberian Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia saat itu.
“Sampai hari ini Paguyuban Budiasi telah memproduksi lebih dari 20 juta pohon, terdiri dari 150 jenis pohon termasuk tanaman langka, yang dibagikan ke berbagai daerah termasuk Timor Leste,” kata Doni.