3 Varian Covid-19 Muncul di Jakarta, Apa Beda Alpha, Beta, & Delta? 

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah tenaga medis mengenakan APD melapor kepada petugas saat mengantar pasien terkonfirmasi Covid-19 yang diantar menggunakan Bus Sekolah di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (15/6/2021).
Penulis: Sorta Tobing
16/6/2021, 10.53 WIB

DKI Jakarta berada di ujung fase genting. Angka kasus Covid-19 dalam sepekan terakhir melonjak tinggi. Pemerintah provinsi lalu memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro hingga 28 Juni 2021. 

Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta per akhir Mei 2021 menunjukkan kasus aktif berada di angka 10.658 dengan positivity rate 7,6% dari hasil tes usap polymerase chain reaction atau PCR. Lalu, selama dua pekan terakhir angkanya melonjak.

Hingga 14 Juni lalu, angka kasus aktif ibu kota mencapai 19.096 orang. Penambahannya dalam beberapa hari terakhir berada di atas dua ribuan kasus per hari. Positivity rate pun naik signikan di angka 17,9%.  

Kenaikan kasus terjadi imbas libur Lebaran lalu. Walaupun pemerintah melarang mudik, tapi sebagian warga tetap melakukannya.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menyebut ada hal lain yang tak kalah mengkhawatirkan. Varian baru mutasi SARS-CoV-2 atau Covid-19 muncul di Ibu kota. "Ada tiga varian yang ditemukan di Jakarta, yaitu Alpha, Beta, dan Delta," ujarnya pada Senin (14/6). 

Sebagian besar pasien yang terpapar virus corona tersebut merupakan pekerja migran dari luar negeri. Varian Alpha telah muncul sejak Maret lalu. Lalu, Beta juga muncul dan membuat gejala pasien menjadi berat atau lebih mematikan. Untuk jenis Delta cukup merepotkan karena memiliki kemampuan menginfeksi yang cepat.

Dalam beberapa hari terakhir, terjadi kenaikan pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan. Per 31 Mei, kapasitas tempat tidur isolasi di Jakarta sebanyak 6.621 unit dan terpakai  33%. Untuk unit perawatan intensif (ICU) jumlahnya 1.014 unit dan terpakai 36%. 

Per 14 Juni, keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit di ibu kota melonjak. Kapasitasnya mencapai 7.341 unit dan sudah terisi 78% dalam dua pekan terakhir. Untuk ICU dengan jumlah 1.086 tempat tidur, yang terisi mencapai 71%. 

Widyastuti mengatakan, pemerintah provinsi telah menambah kapasitas tempat tidur isolasi. Lokasinya berada di Rumah Susun (Rusun) Nagrak Cilincing, Wisma TMII, dan Wisma Ragunan.

Fasilitas itu dalam kondisi siaga apabila Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet tak mampu lagi menampung pasien. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta telah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk menambah tracer atau petugas yang melakukan pelacakan.

Dengan kondisi tersebut, Jakarta sekarang berada dalam fase krusial. Pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat dapat mencegah situasi ke fase genting.

Berdasarkan pengalaman 2020, ketika Jakarta masuk fase genting, maka pemprov harus menarik rem darurat yang berdampak ke perekonomian. “Kita menginginkan peristiwa itu tak terulang. Karena itu, dua unsur harus bekerja bersama,” kata Gubernur Anies Baswedan. 

Kedua unsur itu adalah warga dan pemerintah. Masyarakat harus menjalankan 3M, yaitu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jaraka. Lalu, pemerintah melaksanakan 3T, yaitu pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment).

Pasien Covid-19 di Jakarta terus bertambah. (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Apa Beda Varian Covid-19 Alpha, Beta, dan Delta?

Ketiga jenis varian baru virus corona ini awalnya muncul di negara yang berbeda-beda. Setiap varian memberi dampak dan gejala yang tidak sama pula ke pasien. Berikut perbedaannya.

1. Varian Alpha

Varian ini pertama kali ditemukan di Inggris dengan nama B.1.1.7. Melansir dari New York Times, penemuannya terjadi pada Desember 2020, bersamaan dengan peningkatan kasus di negara tersebut. Infeksinya menyebar dengan cepat. Pada April 2021, varian ini dominan ada di Amerika Serikat. 

Para peneliti masih menyelidiki penyebab jenis Alpha yang dengan cepat dapat menyebar ke negara lain. Dugaan sementara karena virusnya mampu menonaktifkan pertahanan pertama kekebalan tubuh manusia sehingga varian tersebut lebih banyak waktu berkembang biak. 

Kecepatan infeksinya memang cepat. Namun, para peneliti memastikan varian ini tidak lebih mematikan daripada varian Covid-19 lainnya. 

2. Varian Beta

Varian ini muncul pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2020. Beta masuk ke Indonesia pada awal Mei lalu di Bali. Nama ilmiahnya adalah B.1.351.

Para peneliti menyebut varian ini lebih banyak menyerang orang usia muda dan menyebabkan gejala yang serius. Tingkat penyebaran infeksinya pun tinggi.

Gejala yang umum muncul adalah kehilangan indera penciuman atau anosmia, demam, batuk, kelelahan, sesak napas, diare hingga ruam kulit. BBC melaporkan, sebanyak 20 negara telah melaporkan mendeteksi kehadiran varian Beta. 

3. Varian Delta 

Varian ini pertama kali ditemukan di India dan menyebabkan tsunami Covid-19 di negara tersebut. Nama ilmiahnya adalah B.1.617.2. 

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan Delta lebih cepat menular dibandingkan Alpha. “Penularannya 10 kali lipat lebih cepat dari yang biasa," katanya kepada Antara.

Delta memiliki mutasi ganda. Sedangkan Alpha hanya bermutasi tunggal. Karena itu, penularannya lebih cepat. Virus dapat beradaptasi terhadap antibodi dan tingkat keparahan penyakit lebih tinggi.

Kenaikan jumlah kasus di Kudus, Jawa Tengah, juga karena varian ini. “Dari 34 sampel genome Covid-19, ternyata ada 28 sampel varian dari India alias Delat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Badai Ismoyo, kemarin.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun menduga penyebaran Delta sudah ada di wilayahnya karena telah hadir di Jakarta dan Jawa Tengah. “Kalaupun ada, jawabannya sama saja, hanya protokol kesehatan, kedisiplinan, dan persiapan karena daya mematikannya tidak terlalu tinggi,” ujarnya. 

Reporter: Antara