Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengumumkan Covid 19 varian Delta, yang awalnya muncul di India, menjadi varian dominan yang menyebar secara global, termasuk di Indonesia.
Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengaku kecewa atas kegagalan calon vaksin CureVac dalam uji coba untuk memenuhi standar organisasi. Padahal, vaksin baru yang lebih ampuh sangat dibutuhkan ketika Covid-19 varian Delta yang penularannya lebih cepat kini semakin menyebar.
"Varian Delta sedang dalam perjalanan menuju varian dominan secara global karena tingkat penularan yang sangat tinggi," kata Swaminathan saat konferensi pers virtual yang disiarkan pada laman WHO, Sabtu (18/6).
Perusahaan asal Jerman, CureVac, melaporkan sedikitnya terdapat 13 varian yang beredar dalam studi populasi mereka. Dikutip dari situs resmi perusahaan, pembuatan vaksin CureVac yang semula diandalkan menjadi vaksin baru yang ampuh melunakkan Covid-19 varian baru, hanya bisa bekerja 47% untuk mencegah penyakit. Persentase itu jauh dari ambang batas yang ditetapkan WHO, yakni 50%.
Sebelumnya, vaksin mRNA serupa dari Pfizer-BioNTech dan Moderna mencatat tingkat kemanjuran hingga di atas 90 persen,.
"Hanya karena ini mRNA yang lain, kami tidak dapat menganggap bahwa semua vaksin mRNA sama, sebab masing-masing mempunyai teknologi yang sedikit berbeda," ujar Swaminathan.
Swaminathan mengungkapkan penyebaran Covid varian Delta saat ini semakin tinggi di wilayah-wilayah Eropa, di antaranya Inggris, Jerman, dan Rusia.
Dikutip dari Reuters, Pemerintah Inggris melaporkan lonjakan tajam infeksi varian Delta, sementara pejabat senior kesehatan masyarakat Jerman memprediksi varian Delta akan menjadi varian dominan yang dengan cepat menyebar, meski tingkat vaksinasi tinggi.
Pemerintah Rusia menyampaikan lonjakan kasus Covid-19 di wilayahnya semakin tinggi dan menimbulkan keraguan bahwa vaksin yang ada saat ini ampuh melawan Covid-19 varian Delta. Pemerintah negara pecahan Uni Soviet ini juga khawatir akan terjadi sebaran gelombang ketiga.
Para pejabat WHO mengatakan Afrika masih menjadi kawasan yang membutuhkan perhatian, meski hanya menyumbang sekitar 5% infeksi baru dan 2% kematian secara global.
Kepala Program Kedaruratan WHO Mike Ryan mengatakan kasus baru di Namibia, Sierra Leone, Liberia, dan Rwanda naik dua kali lipat pekan lalu. Namun, akses vaksin Covid-19 masih sangat minim di wilayah tersebut.
Di Indonesia, kasus Covid-19 memasuki fase baru. Hal ini ditandai dengan lonjakan kasus yang terjadi setelah Idulfitri. Berbagai kasus baru tersebut diduga berasal dari varian Delta (B.1617.2) yang berasal dari India.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat sebanyak 104 sekuens dari 145 sekuens varian baru Covid-19 merupakan varian Delta. Daya penularan varian ini dinilai lebih cepat. Sampai pertengahan Juni ini, mutasi virus sudah menyebar ke lebih 60 negara.
Jika dibandingkan dengan varian Alfa asal Inggris, daya penularan varian Delta 40% hingga 50% lebih tinggi. Selain itu penanganan medis untuk mengobati varian ini lebih sulit. Jika tertular varian Delta, maka potensi untuk dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) 1,6 kali lebih besar dalam dua pekan setelah mengalami infeksi. Ancaman Delta dalam Lonjakan Kasus Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi RI
“Dua kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit dan 1,6 kali lebih mungkin berada di UGD dalam waktu dua pekan setelah mengalami infeksi,” kata epidemiolog Universitas Deakin Chaterine Bennett yang dikutip dari Australian Broadcasting Corporation Jumat (4/6).