Luhut Minta Kementerian Urusi Limbah Medis Covid Sebanyak 18 Juta Ton

Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Petugas memindahkan sampah ke tempat penyimpanan limbah medis di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (29/6). RSUD Kabupaten Tangerang, yang merupakan rumah sakit rujukan Covid-19, bekerja sama dengan pihak ketiga dalam mengelola sampah.
Penulis: Maesaroh
30/7/2021, 20.38 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan meminta kementerian/lembaga bergerak cepat dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) medis Covid-19 . Kerja cepat harus dilakukan untuk mengurangi sampah yang terus menggunung, bahkan mencapai 18 juta ton pada Juli ini.

“Peningkatan limbah B3 medis mencapai perkiraan 18 juta ton bulan ini, sangat membahayakan buat kita semua. Kita butuh kerja cepat dan bantuan dari semua pihak, tidak ada waktu main-main, kita langsung eksekusi saja,” tutur Luhut, dalam siaran pers Kmenterian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (30/7).

 Luhut memberikan instruksi kepada sejumlah kementerian/lembaga untuk bisa lebih bersinergi dan bekerja cepat dalam menangani persoalan tersebut. Dia mengingatkan permasalahan limbah ini tidak boleh membebani masyarakat lebih dalam lagi.

“Jangan sampai limbah beracun itu membuat masyarakat terkena penyakit atau bahaya lainnya,” katanya.

Luhut mengatakan pengolahan limbah B3 dipercepat dengan penggunaan alat seperti insinerator atau tungku pembakar, alat sterilisasi seperti autoclave atau dengan menggunakan tekni refuse-derived fuel (RDF).  Sebagai informasi, Indonesia memiliki  tempat pengolahan sampah dengan teknologi RDF di Cilacap, Jawa Tengah. Teknologi RDF memungkinkan sampah diolah melalui proses homogenizers menjadi ukuran kecil dan kemudian dimanfaatkan menjadi sumber energi terbarukan.

 

Dia mengimbau agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT. Pindad untuk mengerahkan unit-unit insineratornya dan memproduksinya dengan kapasitas yang lebih tinggi untuk mempercepat pengolahan sampah.

Luhut juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta BUMN melakukan identifikasi penyedia produk teknologi pengolah limbah yang memenuhi standar. Pembangunan fasilitas yang terintegrasi di lokasi prioritas milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyatjuga perlu dilakukan.

 Dia juga mengingatkan perlunya pembangunan dropbox sampah yang berada di berbagai titik strategis sebagai pemisah dari sampah biasa agar lebih mudah di akses.

“Plastik kuning khusus sampah medis juga harus diperbanyak produksinya dan disebarkan ke berbagai daerah. Saya juga imbau Kementerian Kesehatan dapat memberikan instruksi ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan supaya memilah sampahnya dari awal, agar lebih mudah ditangani nantinya,” ujar Luhut.

Luhut juga menggarisbawahi tantangan pengolahan sampah medis di daerah karena banyak dari mereka yang tidak memiliki fasilitasnya. Dia berharap persoalan fasilitas pengolahan limbah medis ini justru bisa menjadi peluang investasi sekaligus menyelamatkan lingkungan

 “Seperti Provinsi Riau, sampah medis begitu besar tetapi tidak bisa diolah disana,”ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga meminta pemerintah daerah (pemda) membentuk Badan Layanan Umum (BLU) khusus untuk menangani limbah B3 medis.

"Mungkin (perlu) semacam BLU atau apa yang (untuk) menangani. Saya minta nanti Pak Gubernur untuk berkoordinasi sebab masalah limbah ini menjadi masalah sangat penting harus diatasi. Perlu penyediaan fasilitas yang cukup," kata Ma'ruf Amin, seperti dikutip Antara,  Rabu (28/7).