Jakarta --- Pemerintah Indonesia telah mematok target zero emission atau nol emisi karbon pada tahun 2070 nanti. Namun, sejumlah perusahaan swasta telah secara sukarela berinisiatif melakukan langkah-langkah pengurangan emisi karbon tersebut.
Di antara perusahaan itu adalah perusahaan energi Indika Energy dan perusahaan aplikasi GoTo (hasil merger antara Gojek dengan Tokopedia). Mereka mulai merealisasikan visinya untuk bergerak mengurangi tingkat emisi dari produk yang dihasilkan.
Vice President Director Indika Energy & Group ECO Indika Energy, Azis Armand, mengatakan sejak tahun perusahaannya telah melakukan diverssifikasi usaha ke bidang usaha non batubara. Divestasi usaha yang dipilih sejak tahun 2018 lalu antara lain ke pertambangan emas dan lainnya.
“Sebelumnya, sejak 2005 sampai dengan tahun 2017, sebesar 75% pendapatan perusahaan berasal dari bisnis pertambangan batubara. Di tahun setelahnya (2018) kami melakukan divestasi usaha ke bidang-bidang non batubara. Karena kami menyadari, bahwa zero emission merupakan sebuah keniscayaan. Jadi, mau tidak mau, era itu akan terjadi,” tutur Azis dalam webinar bertajuk “Collaboration for The Future Economy’ dengan subtema “Race to Zero: How to Indonesia Company’s Committing to Net Zero Emissions” yang digelar Katadata di Jakarta, Senin (23/8/2021).
Selain itu, kata Azis, di operasional internal perusahaan kendaraan-kendaraan yang digunakan sebagai sarana angkutan karyawan maupun barang menggunakan bahan bakar biofuel atau sumber energi ramah lingkungan lainnya. Meski, tidak dimungkiri di tambang-tambang yang dikerjakan oleh para kontraktor (perusahaan ketiga yang mengerjakan proyek dari Indika) masih banyak yang menggunakan sumber energi dari bahan bakar fosil.
“Karena kalau kita samakan dengan apa yang terjadi di internal kami (Indika Group, dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar biofuel atau sumber energi bersih lainnya) akan mengubah kontrak, sehingga tidak mudah. Tetapi, yang pasti, komitmen kami adalah bagaimana menyiapkan diri di era zero emission nanti,” papar Azis.
Sementara, Group Head of Sustainability Goto, Tanah Sullivan, menyebut meski baru pada tahap awal atau piloting namun perusahaannya telah mulai menjalankan pengurangan jejak karbon. Pada aplikasi Gojek terdapat fitur GoGreener, dimana para pengguna jasa angkutan berbasis aplikasi itu akan mengetahui seberapa banyak tingkat emisi karbon.
“Ini merupakan fitur pertama (di perusahaan aplikasi) di dunia. GoGreener Carbon Offset ini mengajak pengguna jasa angkutan dari Goto untuk menyeimbangkan jejak karbon mereka atau carbon offset. Lalu, bagaimana mengompensasi carbon offset itu dengan menanam pohon yang mereka sumbangkan,” kata Tanah di sesi webinar yang sama.
Bahkan, langkah GoTo tak berhenti sampai di sini. Perusahaan juga berupaya untuk secara berangsur menggunakan sarana angkutan - armada transportasi - yang rumah lingkungan. Dengan menggunakan skuter dan sepeda listrik, salah satunya.
Namun, baik Tanah maupun Azis menekankan insiasi dan langkah nyata yang telah dilakukan oleh perusahaan sektor swasta ini perlu mendapatkan sambutan dan dukungan oleh pihak-pihak lain. Sehingga, gerakan untuk mewujudkan Zero Emisi juga semakin kuat.
“Kemudian perlu terus dilakukan edukasi, untuk membangun awareness di masyarakat. Meski, di kalangan milenial saat ini awareness soal lingkungan jauh lebih baik dibanding generasi-generasi sebelumnya,” kata Azis.
Untuk itu dibutuhkan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan. Baik di antara pelaku usaha di sektor swasta, masyarakat, hingga pemerintah untuk mewujudkan hal ini.
Insentif – baik yang bersifat fiskal, maupun non fiskal khususnya moneter – juga sangat dibutuhkan. Pasalnya, untuk mewujudkan langkah menuju era zero emission ini dibutuhkan investasi yang sangat besar.
Direktur Direktorat Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam mengaku pentingnya kolaborasi tersebut. Dia juga menegaskan, karena era Zero Emisi merupakan sebuah keniscayaan maka semua pihak mau tidak mau, suka tidak suka harus mempersiapkan diri.
“Jika tidak maka akan tertinggal. Sehingga, ini perlunya kita mempersiapkan diri. Dan saya sangat mengapresiasi Indika Energy dan GoTo yang telah berinisiasi melakukan langkah-langkah mewujudkan Zero Emisi ini,” ujar Medrilzam di acara yang sama.
Sedangkan soal stimulus atau insentif, Medrilzam mengatakan insentif tidaklah harus berupa moneter, tetapi juga yang lain. Dan itu, kata dia, telah dilakukan oleh pemerintah dengan mengesahkan Undang-undang Cipta Kerja yang memangkas berbagai prosedur perizinan usaha yang tidak efisien.
Sementara soal tenggat Zero Emisi Indonesia yang dipatok pemerintah pada tahun 2060, Medrizal menyebutnya sebagai target yang moderat. Sebab, jika dipatok tahun 2070 akan terkesan terlambat, tetapi jika terlalu maju, misalnya tahun 2045 akan terlalu tergesa-gesa sehingga kemungkinan melkeset akan terjadi.
Tetapi yang tidak kalah penting dalam penetapan target ini adalah pertimbangan soal dampak ke sektor usaha. “Kalau kita terlalu frontal memberlakukan zero emission secara tiba-tiba, sementara masa kontrak bisnis sektor-sektor tertentu yang tidak sesuai dengan zero emission itu masih terjadi, kita bisa digugat. Penyelesaiannya ke pengadilan internasional, dan kita harus bayar ganti rugi. Jadi, dengan tahun 2060, kita punya waktu untuk melakukan transisi,” imbuh Medrilzam.