Jakarta - Pemerintah kembali memasukkan data indikator kematian sebagai penilaian Level PPKM sesuai acuan yang ditetapkan oleh WHO. Sejalan dengan itu, pemerintah terus melakukan perbaikan akurasi dan validasi data terkait pandemi di Indonesia, serta berupaya menekan pertambahan angka kematian. Dalam penetapan level PPKM suatu daerah, terdapat tiga indikator dasar yang digunakan, yaitu laju penularan, positivity rate, dan angka kematian. Untuk memastikan penetapan PPKM dilakukan dengan optimal, pemerintah telah meningkatkan kualitas ketepatan data angka kematian kasus Covid-19 di Indonesia, terkait adanya gangguan pada data sebelumnya.
“Sesuai ketetapan WHO, indikator angka kematian menjadi acuan pemerintah dalam menetap level PPKM suatu daerah. Perbaikan data kematian di beberapa wilayah sudah lebih baik. Kasus-kasus kematian yang sebelumnya tidak terlaporkan, sekarang sudah banyak dilaporkan. Perbaikan dan peningkatan kualitas data ini akan terus dilakukan, sebagai afirmasi komitmen pemerintah untuk memberikan pengawasan dan penanganan optimal pada perkembangan kasus Covid-19,” tegas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.
Johnny mengatakan bahwa berdasarkan perkiraan pemerintah, dalam beberapa hari kedepan kemungkinan besar akan kembali terjadi kenaikan tren data kasus konfirmasi dan juga kasus kematian. Tren peningkatan ini diakibatkan oleh akumulasi data kasus konfirmasi dan kematian yang dikeluarkan oleh beberapa Kabupaten/Kota. Sementara itu pemerintah akan segera melakukan pengecekan dan intervensi di lapangan, khususnya di daerah-daerah dengan tingkat angka kematian masih tinggi.
Kendati secara umum laju kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan tren perbaikan, angka kematian di beberapa daerah masih memerlukan perhatian khusus. Menteri Johnny menyebutkan, salah satu penyebab tingginya angka kematian kasus Covid-19 adalah keengganan masyarakat untuk melakukan isolasi terpusat dan memilih isolasi mandiri di kediaman masing-masing. Apabila tidak disertai pemantauan kesehatan secara ketat oleh petugas yang berwenang, isolasi mandiri mempertinggi risiko keterlambatan penanganan.
“Pada banyak kasus, terjadi perburukan ketika pasien kasus positif melakukan isolasi mandiri, yang menyebabkan telatnya mereka dibawa ke fasilitas kesehatan dan terlambat ditangani. Sementara di fasilitas isolasi terpusat, pasien berada di bawah pengawasan tenaga kesehatan, makanan bergizi, perlengkapan penunjang kesehatan juga tersedia, sehingga perawatan penyembuhan pasien dapat berjalan lebih baik,” tambahnya.
Pemerintah menegaskan akan terus mendorong pemanfaatan unit-unit isolasi terpusat, terutama di daerah-daerah yang memerlukan perhatian khusus. Upaya ini didukung dengan pembentukan satgas khusus yang melakukan penjemputan masyarakat dalam isolasi mandiri, untuk dibawa ke isolasi terpusat guna mencegah perburukan kondisi kesehatan. Pemerintah juga akan terus meningkatkan kualitas layanan dan kapasitas isolasi terpusat untuk memaksimalkan penanganan pandemi Covid-19. Salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mendorong penggunaan kapal Pelni sebagai tambahan fasilitas isolasi terpusat di daerah tertentu.
“Masyarakat yang terkonfirmasi positif COVID-19 agar segera masuk ke dalam pusat-pusat isolasi, yang telah disediakan jaminan obat-obatan, tenaga kesehatan, dan makanan secara gratis. Selain mengoptimalkan kesembuhan pasien dan menekan risiko kematian, masuk ke pusat isolasi ini juga dapat memutus laju penularan, karena pasien terlindungi sampai ia sehat kembali,” ungkapnya.