Jadi Saksi Kasus Pelindo II, Sofyan Djalil Sebut RJ Lino Profesional
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menjadi saksi yang meringankan terdakwa kasus korupsi PT Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino. Ia hadir dalam kapasitasnya sebagai Menteri BUMN yang mengangkat Lino sebagai Direktur Utama Pelindo II.
Sofyan mengatakan ia menawarkan Lino mengikuti uji kelayakan bersama komunitas pelabuhan. Kala itu, RJ Lino presentasi di Kementerian BUMN di hadapan komisaris Pelindo, perusahaan pelayaran, Menteri Perhubungan, dan Dirjen Perhubungan Laut. Ia menyebut RJ Lino sebagai sosok yang profesional sehingga ia lolos menjadi Dirut Pelindo II.
"Saya sudah wawancara beberapa orang tapi kemudian saya belum puas. Ada seseorang mengatakan orang Indonesia menjadi dirut perusahaan pelabuhan di Cina, dia katanya bekas orang Pelindo, namanya RJ Lino, " ujarnya, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Belakangan, RJ Lino terbukti terlibat dalam kasus korupsi Pelindo dengan mengintervensi pengadaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) di pelabuhan Panjang, Pontianak dan Palembang pada 2010 silam. Namun, Sofyan mengatakan dirinya tidak mengetahui secara spesifik terkait pengadaan tiga unit QCC pada tahun 2010 tersebut.
Sofyan mengatakan RJ Lino diangkat sebagai Direktur Utama Pelindo untuk mengatasi bottle neck dalam kritis demurrage yang terjadi di Palembang, Pontianak dan jakarta. Menurut Sofyan, Pelindo sudah berkali-kali ditender untuk crane, tetapi mengalami kemacetan. Demurrage adalah pengenaan biaya tambahan dari perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian peti kemas.
Pelindo disebut membutuhkan "container crane", tetapi setelah dilakukan beberapa kali pelelangan terjadi kegagalan sehingga dilakukan pelelangan pada April 2009 silam. Pelelangan kemudian akhirnya gagal karena tidak ada peserta yang memenuhi syarat sehingga dilakukan pelelangan ulang dan penunjukkan langsung kepada PT Barata Indonesia.
"Karena 'bottle neck' banyak sekali, jadi salah satu reformasi yang dilakukan oleh Pak Lino saat di Pelindo adalah membereskan 'crane' dan juga tentang pengelolaan pelabuhan. Itu adalah tugas yang saya ingat waktu saya angkat beliau," tambah Sofyan.
Sofyan menyebut pengadaan di BUMN dapat dilakukan dengan mekanisme penunjukkan langsung saat keadaan sedang mendesak. Jika belum ditemukan tender yang terbaik atau gagal tender, maka BUMN dapat menunjuk langsung.
Dalam peranannya, RJ Lino meminta Direktur Operasi dan Teknik Pelindo, Ferialdy Noerlan untuk mendampingi perwakilan Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) untuk melakukan survei. Perusahaan tersebut merupakan pembuat "crane" yang dibutuhkan Pelindo.
Kemudian pada 30 Maret 2010 lalu dilakukan tandatangan kontrak yang bernilai lebih dari US$ 17,1 juta atau sekitar Rp 245 miliar selama 11 bulan dengan garansi 1 tahun. Ditandatangani juga kontrak yang mencapai US$ 1,6 juta atau sekitar Rp 23 miliar untuk biaya pemeliharaan selama 5 tahun.
Pelindo kemudian membayar HDM sebesar US$ 15,1 juta atau sekitar Rp 217 miliar untuk pengadaan barang dan sebesar US$ 1,1 jutaatau sekitar Rp 16 miliar untuk biaya pemeliharaan. Padahal pengadaan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh Pelindo tidak mengikuti prosedur yang ada sehingga menyebabkan kerugian negara hingga 1,9 juta USD Rp28 miliar.