Cegah Kepentingan Bisnis, Kemenkes Evaluasi Berkala Tarif Tes PCR

ANTARA FOTO/Anindira Kintara/Lmo/aww.
Petugas mengambil sampel cairan dari hidung dan tenggorokan pedagang saat mengikuti swab test di Pasar Pagi, Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (11/6/2020). Presiden Jokowi menargetkan pemeriksaan spesimen tes PCR (polymerase chain reaction) COVID-19 mencapai 20 ribu per hari.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
7/11/2021, 16.03 WIB

Pemerintah bakal melakukan evaluasi tarif tes virus corona Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) secara berkala. Hal tersebut dilakukan demi memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai dengan harga yang harus dibayarkan.

"Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat," kata juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/11).

Nadia mengatakan, evaluasi tarif tes PCR dilakukan terhadap sejumlah komponen, mulai dari jasa pelayanan/sumber daya manusia (SDM), reagen dan bahan habis pakai (BHP), biaya administrasi, overhead, hingga biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Dari sejumlah komponen tersebut, harga reagen mencapai 45%-55% dari total biaya tes PCR.

"Reagen merupakan komponen harga paling besar dalam pemeriksaan swab RT-PCR," kata Nadia.

Menurut Nadia, besarnya komponen reagen menjadi penyebab mahalnya harga tes PCR di awal pandemi Covid-19. Kondisi tersebut terjadi lantaran hanya terdapat kurang dari 30 produsen reagen di Indonesia pada 2020 lalu.

Namun, Nadia menyebut sudah ada 200 reagen PCR yang masuk ke Indoensia dan mendapatkan izin edar dari Kemenkes pada saat ini. "Artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen swab RT-PCR," kata dia.

Adapun, evaluasi tarif tes PCR secara berkala bakal dilakukan bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyesuaikan kondisi yang ada. Evaluasi tersebut sebagaimana yang pernah dilakukan beberapa waktu sebelumnya.

Tercatat, Kemenkes dan BPKP pertama kali mengevaluasi tarif tes PCR menjadi Rp 900 ribu pada 5 Oktober 2020. Evaluasi kembali dilakukan pada 16 Agustus 2021 dan menetapkan tarif tes PCR menjadi Rp 495 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 525 ribu di luar Jawa-Bali.

Terakhir, tarif tes PCR kembali dievaluasi pada 27 Oktober 2021. Ketika itu, tarif tes PCR ditetapkan sebesar Rp 275 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 300 ribu di luar Jawa-Bali.

Untuk diketahui, tes PCR menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Musababnya, kebijakan terkait pemeriksaan diagnosis corona tersebut kerap kali berganti.

Sejumlah pihak kemudian menuntut pemerintah membuka perputaran bisnis tes PCR. Terlebih, sejumlah nama pejabat ikut terseret dalam perputaran bisnis PCR, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Luhut melalui juru bicaranya Jodi Mahardi telah membantah tudingan mengambil keuntungan pribadi dari bisnis tes PCR. Jodi mengatakan, partisipasi yang diberikan Luhut melalui PT Toba Bumi Energi merupakan wujud bantuan penyediaan fasilitas tes Covid-19 dengan kapasitas besar.

“Partisipasi dari Pak Luhut di GSI ini adalah bagian dari upaya yang bisa dilakukan untuk membantu penanganan pandemi pada masa-masa awal dulu, selain juga berbagai donasi pemberian alat-alat tes PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus,” ucap Jodi dalam siaran pers, Rabu (3/11).