Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan sejumlah catatan terkait dengan revisi Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI atau UU Kejaksaan. Mulai dari perlindungan terhadap jaksa hingga soal intelijen.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mengatakan revisi UU Kejaksaan dilakukan untuk memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan. Ia menyebut Kejaksaan harus merdeka dan bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun.
"Selain itu melalui perubahan ini mendorong profesionalisme lembaga kejaksaan dalam menjalankan kewenangan tugas dan fungsinya," ujar Pangeran pada Senin (15/11).
Dalam paparannya, Pangeran mengatakan setidaknya ada 14 hal yang perlu disempurnakan dalam UU Kejaksaan. Pertama adalah penyesuaian standar perlindungan terhadap jaksa dan keluarganya sesuai dengan standar internasional.
Kedua adalah pengaturan mengenai intelijen penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai intelijen negara. Ketiga adalah kewenangan pengawasan barang cetakan dan multimedia yang diatur dan menyesuaikan dengan putusan mahkamah konstitusi Nomor 6-13-20/PU/VIII/2012 tanggal 13 Oktober 2010.
Dalam putusan tersebut kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melakukan pengamanan terhadap peredaran barang cetakan harus melakukan penyitaan atau tindakan hukum lain melalui proses peradilan.
Catatan lain terkait pengaturan fungsi advocaat generaal bagi Jaksa Agung. Pangeran mengatakan dalam pelaksanaan fungsinya, Jaksa Agung dapat bertindak sebagai jaksa pengacara negara di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan.
"Pada dasarnya, Jaksa Agung selain sebagai penuntut umum tertinggi di negara republik Indonesia juga memiliki kewenangan advocaat generaal," ujarnya.
Lebih lanjut Pangeran memaparkan revisi UU Kejaksaan juga mengatur mengenai kewenangan kejaksaan dalam mediasi penal dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu. Poin keenam terkait kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum.
Hal tersebut sesuai dalam UU tentang informasi dan transaksi elektronik dan penyelenggaraan pusat pemantauan (monitoring) di bidang tindak pidana.
Ketujuh adalah mengenai pengaturan kewenangan kejaksaan untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer.
Delapan adalah pengaturan kewenangan kejaksaan untuk menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.
Poin kesepuluh adalah terkait pengaturan mengenai penyelenggaraan kesehatan yustisial kejaksaan dalam mendukung tugas dan fungsi kejaksaan. Kemudian kesebelas adalah pengaturan sumber daya manusia kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian, dan kedinasan.
Poin keduabelas terkait dengan pengaturan kewenangan kerjasama kejaksaan dengan lembaga penegak hukum dari negara lain, dan lembaga atau organisasi internasional.
Tiga belas merupakan poin yang mengatur untuk kewenangan kejaksaan lain seperti memberikan pertimbangan dan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana. Hal ini dilakukan terkait proses untuk menduduki jabatan publik maupun memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
Terakhir adalah mengenai penegasan peran kejaksaan dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan negara dan bangsa pada saat negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil dan militer, dan dalam keadaan perang.
Pangeran menjelaskan rapat Komisi III terkait dengan revisi UU Kejaksaan akan dilakukan kembali pada 22 November mendatang. Penandatanganan naskah kemudian direncanakan akan dilakukan pada 15 Desember mendatang sebelum nanti akan dibawa pada rapat paripurna untuk dilanjutkan pembicaraan tingkat dua.