Mengenal Terapi Cuci Otak Terawan Yang Membuatnya Dipecat IDI

ANTARA FOTO/Humas Kementerian Kesehatan/aaa/wsj.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kiri) memberikan jamu dari Presiden Joko Widodo kepada pasien positif COVID-19 yang telah dinyatakan sembuh di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Senin (16/3/2020).
26/3/2022, 10.44 WIB

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhirnya memberhentikan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto secara permanen. Ia dianggap telah menyalahi kode etik kedokteran sehingga organisasi akhirnya mengambil keputusan tegas.

“Terawan sudah dipecat sementara oleh MKEK [Majelis Kode Etik Kedokteran], kemudian dianggap tidak ada perbaikan yg dilakukan Terawan. Maka MKEK mengusulkan ke Muktamar IDI ke -1 di Banda Aceh untuk diberhentikan keanggotaan selamanya. Dan disetujui oleh Muktamar,” kata Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono yang mengetahui kabar tersebut. 

Sebelum menjadi Menteri Kesehatan, Terawan memang pernah punya hubungan buruk dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Majelis Kehormatan organisasi bahkan pernah memberhentikan sementara keanggotan Terawan, meskipun belakangan IDI menunda keputusan tersebut. 

Kala itu, Terawan dituding melanggar kode etik karena mempromosikan metode digital subtraction angiography (DSA) atau yang lebih dikenal dengan terapi ‘cuci otak’. Lantas apa sebetulnya metode DSA?

Mengutip laman Stanford Health Care, metode DSA sejatinya hal yang lumrah di dunia kedokteran. Teknik ini digunakan untuk memberikan gambaran pembuluh darah di otak untuk mendeteksi penyakit stroke. 

Motodenya dilakukan dengan memasukkan kateter melalui arteri di kaki dan mengalirkannya ke pembuluh darah di otak. Petugas kemudian menyuntikkan cairan kontras yang mampu memberikan gambaran utuh mengenai pembuluh darah di organ dalam tubuh. 

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama