Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly berencana mensinergikan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Kedua undang-undang itu akan disatukan untuk memperbaiki tata kelola kedokteran di Indonesia.
Hal ini menjadi buntut dari rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memecat mantan Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto.
"Saran kami dan saya mendapat support cukup banyak, dan saya berbicara dengan banyak pihak, saya kira revisi undang-undang ini perlu," ujar Yasonna Laoly di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (31/3).
Melalui revisi ini, Yasonna berharap ada perubahan pada lembaga yang berwenang mengeluarkan izin praktik dokter, sehingga lembaga profesi seperti IDI dapat lebih fokus untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan dokter.
Selain itu, Yasonna juga tak mau jika di kemudian hari terjadi konflik di internal IDI, pihak yang bertikai membuat organisasi profesi tandingan. Hal ini akan menimbulkan ambiguitas.
"Izin praktik itu menjadi domain negara saja, ketimbang dikasih kepada rekomendasi satu organisasi profesi," ungkapnya.
Menurut Yasonna saat ini Indonesia kekurangan dokter, karena banyak yang merasa sulit untuk menjadi dokter. Meskipun orang itu lulusan dari perguruan tinggi di luar negeri.
Ia menilai seharusnya IDI melihat persoalan ini, dan membuat sebuah solusi agar menghilangkan rintangan dan mempermudah sumber daya manusia (SDM) kedokteran dalam negeri untuk dapat berpraktik sebagai dokter.
"Banyak SDM kita. Ada dokter tamatan Rusia, saking sulitnya akhirnya bukan kerja sebagai dokter, tapi bekerja di perusahaan farmasi. Padahal kita butuh dokter, tolonglah," ucapnya.
Kondisi ini juga mendorong banyak warga Indonesia akhirnya memilih berobat ke luar negeri, karena sulitnya menemukan dokter spesialis. "Triliunan rupiah uang kita, devisa kita, masuk ke negara tetangga," jelasnya.
Peristiwa yang menimpa Terawan, menurut Yasonna, juga menjadi salah satu contoh bagaimana kendala bagi dokter untuk menggelar praktik. MKEK memberikan rekomendasi pemecatan karena Terawan belum memberikan dasar bukti ilmiah mengenai metode 'cuci otak' yang ia terapkan.
Namun di sisi lain, banyak pasien yang dapat memberikan kesaksian bagaimana metode Terawan ampuh membuat mereka sehat.
"Kalau itu tidak benar, tentunya orang-orang ini tidak akan bicara untuk manfaat. Orang mengalami pengalaman-pengalaman empirik," kata Yasonna melanjutkan.
Sebelumnya, Yasonna secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Terawan. Dalam unggahan di Instagram pribadinya @yasonna.laoly, Yasonna menceritakan bagaimana pengalamannya menerima Vaksin Nusantara, serta kesaksian dua temannya yang ia sebut telah menjalani terapi cuci otak dari Terawan.
"Saya sangat menyesalkan putusan IDI tersebut, apalagi sampai memvonnis tidak diizinkan melakukan praktik untuk melayani pasien. Posisi IDI HARUS dievaluasi!" Tulis Yasonna.
"Tetaplah berkarya untuk bangsa dan negara, serta untuk kemaslahatan ummat manusia.
#savedokterterawan." Lanjutnya.
Sebelumnya pada Muktamar Pengurus Besar IDI di Banda Aceh pada 25 Maret 2022 lalu. MKEK IDI memberhentikan Terawan secara permanen sebagai anggota IDI. Pemberhentian tersebut dilakukan oleh Pengurus Besar IDI selamat-lambatnya 28 hari kerja.
Berdasarkan keputusan tersebut, maka dokter Terawan tidak bisa mengurus izin praktik. Hal ini dikarenakan saat ini IDI masih mempunyai kewenangan untuk memberikan surat kompetensi dokter dan surat tanda registrasi dokter.
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi alasan Terawan dipecat IDI. Alasan pertama adalah praktik cuci otak yang dilakukannya. MKEK menganggap Terawan tidak mempunyai itikad baik setelah diberikan sanksi terkait metode cuci otak pada 2018 lalu.
Ketua MKEK menyebutkan Terawan belum memberikan bukti telah menjalani sanksi etik selama periode 2018-2022.
Alasan kedua Terawan dipecat, adalah karena ia aktif mempromosikan Vaksin Nusantara secara luas, walaupun penelitiannya belum selesai.
Terakhir, manuver Terawan membentuk perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI). MKEK menganggap aktivitas tersebut tidak sesuai prosedur.