Kementerian Agama (Kemenag) sore ini (1/4) akan menggelar Sidang Isbat, untuk menetapkan 1 Ramadan 1443 H, sebagai hari pertama ibadah puasa. Sidang ini akan berlangsung di Auditorium HM Rasjidi Kemenag.
Sidang ini akan dimulai dengan Seminar Pemaparan Posisi Hilal oleh Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kemenag, kemudian baru digelar Sidang Isbat untuk menetapkan awal Ramadan 1443 Hijriah, dan selanjutnya konferensi pers untuk mempublikasikan hasil Sidang Isbat.
Menurut Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib, Sidang Isbat diperlukan untuk mempertimbangkan informasi awal dalam menentukan pergantian bulan, berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan konfirmasi lapangan melalui pemantauan langsung terhadap (rukyatul) hilal.
Secara hisab, semua sistem sepakat bahwa ijtimak, yaitu peristiwa ketika Bumi dan Bulan berada pada satu garis edar, jatuh pada Jumat (1/4) sekitar pukul 13.24 WIB.
“Pada hari rukyat, 29 Syakban 1443 H, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, berkisar antara 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10,02 menit," jelas Adib dalam keterangan di situs resmi Kemenag, Jumat (25/3).
Untuk memastikan ini, Kemenag akan menggelar pemantauan terhadap hilal di 101 titik, dari sebelah paling barat pemantauan digelar di Ttugu Kilometer Nol di Aceh, hingga paling timur di Lampu Satu Merauke, Papua.
Rukyatul hilal tersebut akan dilaksanakan oleh Kanwil Kemenag dan kantor Kemenag tingkat kabupaten/kota, bekerja sama dengan peradilan agama dan ormas Islam serta instansi lain di daerah setempat.
“Hasil rukyatul hilal yang dilakukan ini selanjutnya akan dilaporkan sebagai bahan pertimbangan Sidang Isbat Awal Ramadan 1443 H,” sambungnya.
Sidang Isbat digelar mengacu pada amanah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 2 tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Ada empat hal yang diatur dalam fatwa tersebut:
1. Penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah cq Menteri Agama, dan berlaku secara nasional.
2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.
3. Dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam dan instansi terkait.
4. Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
“Sidang Isbat selama ini menjadi sarana bertukar pandangan para ulama, cendekiawan, maupun para ahli terkait penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah," ungkap Adib.
Jika demikian, kenapa ada potensi terjadi perbedaan dalam menentukan awal puasa? Adib menjelaskan, hal itu terjadi karena adanya perbedaan metode penetapan. Ada yang menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal, ada yang menggunakan Imkanur-Rukyat.
“Jika pun ada beda awal Ramadan, sudah semestinya kita mengedepankan sikap saling menghormati agar tidak mengurangi kekhusyukan dalam menjalani ibadah puasa,” pesannya.
Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah Kemenag, Ismail Fahmi menjelaskan, bahwa pada hari pelaksanaan rukyat atau pemantauan, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, berkisar antara 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10,02 menit.
Fakta ini menjadi dasar bagi mereka yang menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal, untuk menetapkan awal Ramadan jatuh pada Sabtu, 2 April 2022.
Sementara Kemenag, sebagaimana fatwa MUI, menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah berdasarkan metode Hisab dan Rukyat.
“Posisi hilal pada kisaran 1 sampai 2 derajat ini cukup krusial dalam konteks rukyat atau pemantauan. Apalagi, kriteria baru yang disepakati MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), awal bulan masuk jika posisi hilal saat matahari terbenam sudah 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Dalam konteks inilah ada potensi perbedaan awal Ramadan,” jelasnya.