Demonstrasi mahasiswa pada 11 April 2022 berlangsung secara nasional di berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM SI) yang menggelar demonstrasi di depan Istana Negara dan kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Demonstrasi juga digelar kelompok mahasiswa lainnya.
Di Jakarta, BEM SI menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya meminta anggota dewan mendengarkan aspirasi rakyat, bukan partai. Kemudian, tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen UUD 1945, yang membuka kesempatan perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024.
Demonstrasi mahasiswa di Jakarta yang digelar di beberapa titik secara umum berlangsung damai. Meski di depan gedung DPR sempat terjadi kericuhan setelah kelompok mahasiswa membubarkan diri. Akibatnya, polisi sempat menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa yang ricuh.
Kericuhan juga terjadi di Kota Ternate, Maluku Utara. Dikutip dari Antara, Demonstrasi aliansi mahasiswa Komite Berjuang Bersama Rakyat (BBM) Maluku Utara (Malut) yang awalnya berjalan damai, meminta bertemu perwakilan kantor Wali Kota Ternate.
Namun kehadiran Sekretaris Kota Ternate Jusuf Sunya justru ditolak barisan mahasiswa, yang terdiri dari berbagai kampus di Ternate. Kemudian terjadilah aksi saling dorong antara aparat keamanan dengan mahasiswa sehingga pagar kantor Wali Kota Ternate menjadi rusak.
Jusuf Sunya yang mewakili Pemkot Ternate berjanji Pemkot Ternate akan menyerap aspirasi yang menyangkut kebijakan daerah, dan menyampaikan tuntutan mahasiswa mengenai wacana perpanjangan masa jabatan presiden kepada pemerintah pusat.
"Memang, saat pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir, membuat kondisi ekonomi lesu dan masyarakat terkena dampaknya, sehingga Pemkot Ternate mendukung aksi mahasiswa untuk menyampaikan ke pemerintah pusat," ujarnya.
Sementara itu, di Makassar Sulawesi Selatan, mahasiswa memusatkan demonstrasi di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan yang berada di Jalan Urip Sumoharjo.
Meski begitu, ada beberapa titik lain di kota Makassar yang menjadi tempat konsentrasi massa untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dikutip dari Antara, umumnya para mahasiswa yang menggelar demonstrasi berorasi menolak agenda penundaan Pemilu 2024 serta perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga priode.
Demonstrasi digelar di depan beberapa kampus ternama di Makassar, seperti Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Muslim Indonesia, UIN Alauddin, hingga Universitas Muhammadiyah Makassar.
Selain itu, seratusan mahasiswa dari berbagai kampus juga terlihat memblokade beberapa ruas jalan utama dengan membakar ban. Setidaknya terdapat tiga ruas jalan protokol yang ditutup mahasiswa di bawah jembatan layang Jalan Andi Pangeran Pettarani, yang menghubungkan Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Perintis Kemerdekaan.
Masih di Sulawesi, demonstrasi juga digelar ratusan mahasiswa di Mamuju, Sulawesi Barat. Demonstrasi berlangsung aman dan tertib di bawah pengawalan aparat kepolisian.
Demonstrasi ini dilakukan kelompok mahasiswa yang menamakan diri Sulbar Bergerak. Mereka terdiri dari mahasiswa kampus Universitas Tomakaka Mamuju, Muhammadiyah Mamuju, Stikes Andini Mamuju, Poltekkes Kemenkes Mamuju, Stikes Fatimah Mamuju.
Para mahasiswa bergerak dari kampusnya dengan melakukan konvoi kendaraan menuju kantor DPRD Sulbar. Di sana, mereka memasuki halaman kantor dewan untuk menyampaikan aspirasinya. Massa mahasiswa kemudian diterima Ketua DPRD Sulbar serta beberapa anggota DPRD di ruang paripurna DPRD Sulbar.
Selain menolak wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode, para mahasiswa juga menyampaikan beberapa tuntutan lainnya.
"Kami juga menolak kenaikan harga BBM dan meminta agar harga diturunkan, dan menolak pajak PPN 11 persen karena membebani ekonomi masyarakat," kata, Sakti, koordinator lapangan aksi mahasiswa, dikutip Antara, Senin (11/4).
Para mahasiswa juga meminta Undang-Undang Cipta Kerja dan Ibu Kota Negara (IKN) dicabut. Selain itu, mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat dan Kepulauan, serta RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan.
Beralih ke Aceh, ratusan mahasiswa memusatkan demonstrasi di Tugu Pelor Meulaboh, Aceh Barat.
Mereka juga menolak penundaan pemilu dan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Selain itu, ada beberapa tuntutan lain yang disampaikan para mahasiswa.
“Kami menolak kenaikan harga BBM dan LPG,” kata koordinator aksi unjuk rasa, Oges, dalam orasinya, Senin (11/4), seperti dikutip Antara.
Kemudian menolak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen.
Dalam orasinya, mahasiswa juga mendesak DPRK Aceh Barat agar menyurati DPR Aceh untuk dapat mengatasi kelangkaan bahan pokok dan mengatasi lonjakan harga barang yang terjadi di Aceh.
Selain menyangkut isu nasiona, mahasiswa juga menuntut DPR Kabupaten Aceh Barat agar menyurati DPR Aceh untuk mengesahkan Qanun (Perda) Pertanahan, bersikap transparan pada dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), serta transparansi penggunaan Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA). Selanjutnya meminta DPR Aceh segera merevisi Qanun (Perda) Jinayat Aceh.
Sementara itu, Ketua DPRK Aceh Barat Samsi Barmi didampingi sejumlah pimpinan dan anggota legislatif, di hadapan mahasiswa mengatakan mendukung penuh tuntutan mahasiswa yang disampaikan dalam aksi unjukrasa tersebut.
Ia juga menyatakan DPRK Aceh Barat segera mengirimkan surat ke DPR Aceh terkait sejumlah tuntutan mahasiswa, agar sejumlah aspirasi tersebut bisa segera ditindaklanjuti.
“Hari ini suratnya kami siapkan dan di teken untuk dikirim ke Banda Aceh,” kata Samsi Barmi yang disambut riuh tepuk tangan mahasiswa.
Selain daerah-daerah tersebut, beberapa demonstrasi juga terlihat pada beberapa kota-kota besar di Indonesia. Seperti Aliansi Rakyat Peduli Indonesia, yang menyampaikan aspirasi rasa di bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Yogyakarta. Kemudian Aliansi BEM Tasikmalaya, yang berorasi di depan gedung DPRD Tasikmalaya, Jawa Barat.