Asal Usul dan Pengurus Partai Mahasiswa Indonesia

ANTARA/OKY LUKMANSYAH
Ilustrasi Partai Politik
26/4/2022, 11.35 WIB

Setelah ramai aksi demonstrasi mahasiswa dalam beberapa pekan terakhir ini, kini dunia politik di Indonesia diramaikan dengan kehadiran Partai Mahasiswa Indonesia. Partai politik ini menjadi perbincangan publik karena sebelumnya mahasiswa cenderung memiliki citra independen, dan lepas dari kepentingan kekuasaan.

Partai Mahasiswa Indonesia berdiri pada 21 Januari 2022, setelah mengubah nama Partai Kristen Indonesia 1945. Partai ini mendapatkan legalitas badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-5.AH.11.01 Tahun 2022 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Kristen Indonesia 1945 menjadi Partai Mahasiswa Indonesia. Dalam AD/ART, Partai Mahasiswa Indonesia mengaku beralamat di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Nama partai ini juga terdaftar dalam Surat Kemenkumham Nomor M.HH-AH.11.04-09 tentang Penyampaian Data Partai Politik yang Telah Berbadan Hukum. Surat berisi data mengenai 75 partai politik di Indonesia ini diteken Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Pada surat tersebut tercatat jajaran pengurus Partai Mahasiswa Indonesia sebagai berikut: Ketua Umum, Eko Pratama; Sekretaris Jenderal (Sekjend); Mohammad Al Hafiz; Bendahara Umum, Muhammad Akmal Mauludin; Serta Ketua Mahkamah, Teguh Stiawan; dengan anggota Mahkamah, Davistha dan Rican.

Eko Pratama saat ini juga dikenal sebagai Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara setelah terpilih secara musyawarah pada 12 Maret 2021. Akan tetapi, organisasi ini kini terbelah menjadi dua kubu, dengan satu lagi berada di bawah kepemimpinan Koordinator Pusat BEM Nusantara Dimas Prayoga yang terpilih pada 11 Maret 2021.

Dualisme kubu dari perkumpulan berbagai BEM ini muncul usai Temu Nasional ke-XII yang diselenggarakan pada Maret tahun lalu.

Kubu Dimas secara terang-terangan telah menentang pembentukan partai ini, karena menilai bertentangan dengan semangat mahasiswa.

Sekretaris Pusat BEM Nusantara kubu Dimas, Ridho Alamsyah mengaku pihaknya tidak ikut campur dalam pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia. Organisasinya justru mengecam pembentukan partai yang mengatasnamakan mahasiswa ini.

“Untuk itu, kami mengimbau kepada seluruh mahasiswa Indonesia untuk sama sama bersuara mengecam partai yang mengatas namakan mahasiswa seluruh indonesia ini,” ujar Sekretaris Pusat BEM Nusantara, Ridho Alamsyah dalam salah satu akun instagram BEM Nusantara pada Minggu (24/4).

Melihat perkembangan ini, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menilai ketika menjadi sebuah partai politik, maka mahasiswa akan kehilangan nilai independensinya. Sebab mustahil menjadi independen dalam dunia politik praktis, ketika partai mesti memilih untuk berada pada koalisi atau oposisi dari kekuasaan.

“Independensinya dimana? Perjuangannya dimana?” kata Ujang kepada Katadata.co.id pada Senin (25/4).

Dia pun sangsi jika Partai Mahasiswa Indonesia mampu menyuarakan aspirasi seluruh mahasiswa di Indonesia. Menurutnya, partai ini hadir karena sekelompok mahasiswa memiliki tujuan dan cita-cita yang sama dalam mendirikan partai. Oleh karena itu, dia tidak melihat adanya keterwakilan terhadap kepentingan publik.

Ujang juga mencurigai adanya lobi-lobi kepentingan tertentu di balik pendirian partai ini. Sebab, pendiriannya kurang memberikan semangat untuk mewakili masyarakat.

“Jangankan rakyat, mahasiswa pun tidak. Itu kan sekelompok mahasiswa yang tadinya mendukung siapa, lalu mungkin dapat permodalan atau dijanjikan uang untuk mendirikan partai,” ujarnya.

Lantas, elokkah mahasiswa terjun ke dalam politik praktis?

Menurut Ujang, sepanjang sikap para anggota dan pengurus partai tersebut berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Namun, sebagai partai politik akan sulit untuk memperjuangkan komitmen ini tanpa berpihak pada salah satu kubu, oposisi atau koalisi. 

“Kebanyakan partai politik itu, politiknya adalah politik pragmatis tadi,” tuturnya.

Ujang juga menyampaikan perbedaan signifikan antara politik di dalam dan luar kampus. Jika di dalam kampus politiknya cukup idealis, maka di luar kampus kecenderungannya adalah pragmatis. Akibatnya, akan ada pergeseran nilai atau prinsip dari idealis menjadi pragmatis.

Simak juga data mengenai jumlah perguruan tinggi di Indonesia berikut ini:

Partai Mahasiswa Indonesia pertama kali menjadi perbincangan ketikga Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ahmad Sufmi Dasco menerima perwakilan mahasiswa dan buruh usai demonstrasi pada Kamis (21/4).

“Telah lahir partai baru. Ada namanya Partai Buruh. Lalu ada juga Partai Mahasiswa Indonesia. Kita ucapkan selamat datang. Mari kemudian berkompetisi. Cari kursi di DPR dan sama-sama memperjuangkan hak kalian dengan kami," ujar Dasco.

Setelah ramai menjadi perbincangan publik, pada 23 April 2022 juga muncul sebuat petisi di Change.org yang menolak kehadiran partai politik menggunakan nama mahasiswa. 

"Tak bisa dipungkiri, dengan adanya Partai Mahasiswa Ini telah terjadi proses pelemahan secara masif, terstruktur dan sistematis terhadap gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral," ujar pembuat petisi ini dalam keterangannya.

Reporter: Ashri Fadilla