KKP dan ASEAN Jalin Kerja Sama Kembangkan Konsep Refugia Perikanan

ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/tom.
Ilustrasi, pedagang menjual ikan segar di Pasar Manonda di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (28/4/2022).
Penulis: Agung Jatmiko
9/7/2022, 12.45 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalin kerja sama dengan negara-negara anggota Association of South East Asia Nation (ASEAN), untuk mengembangkan konsep refugia perianan. Pengembangan konsep ini ditujukan untuk mendorong tata kelola perikanan berkelanjutan.

Konsep refugia perikanan adalah tata kelola perikanan khususnya di tempat pemijahan (spawning ground), dan asuhan (nursery ground), agar stok ikan dapat dijaga terus berkelanjutan.

Kepala Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Yayan Hikmayani mengatakan, Indonesia sebelumnya telah menetapkan dua lokasi refugia perikanan.

"Lokasi pertama adalah, Kalimantan Barat untuk spesien udang penaeid. Sementara, lokasi kedua adalah Bangka Belitung untuk cumi-cumi, berdasarkan kondisi habitat dan stok ikan yang terancam," kata Yayan, dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (9/7).

Perkembangan implementasi refugia perikanan di Indonesia, disampaikan delegasi Indonesia pada Forum The 6th Regional Scientific and Technical Committee (RSTC), yang berlangsung di Thailand.

Forum ini diselenggarakan oleh Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC), United Nations Environment Program (UNEP), Global Environment Facility (GEF). Kemudian, oleh Project on Establishment and Operation of a Regional System of Fisheries Refugia in the South China Sea and Gulf of Thailand.

Ia menjelaskan, sejalan dengan zonasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), refugia perikanan ini identik dengan pengelolaan habitat yang digunakan ikan selama fase pemijahan dan asuhan. Penerapannya diyakini dapat diimplementasikan pada seluruh WPP Indonesia.

Indonesia berkomitmen menyelesaikan seluruh output dari proyek refugia perikanan ini, dan mengawal rekomendasi hasil kajiannya menjadi penetapan Rencana Pengelolaan Perikanan. Selanjutnya, rencana ini dapat diduplikasi untuk WPP lainnya, untuk mendukung kebijakan perikanan terukur.

Perwakilan Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) BRSDM KKP Astri Suryandari menambahkan, konsep refugia perikanan didasarkan pada pendekatan berbasis wilayah untuk pengelolaan perikanan.

Tujuannya untuk mempertahankan habitat sumber daya ikan, serta meminimalkan efek penangkapan terhadap stok ikan di area dan pada fase penting siklus hidupnya, yaitu fase pemijahan dan asuhan yang menentukan keberlanjutan stok ikan tersebut.

"Refugia perikanan bukan merupakan wilayah yang tidak dapat dimanfaatkan, tetapi merupakan wilayah yang dapat dikelola secara berkelanjutan, dan pada saat tertentu harus ditutup. Ini diperlukan demi kepentingan rekruitmen, dan kelangsungan hidup spesies sumberdaya ikan tertentu", kata Astri.

Pengembangan refugia perikanan di Indonesia ini, sejalan dengan kebijakan penangkapan ikan terukur yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Menurutnya, Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk memulihkan kesehatan laut dan mempercepat ekonomi laut yang berkelanjutan.

Sebagai informasi, pertemuan regional RSTC merupakan forum untuk menyampaikan perkembangan implementasi capaian kegiatan refugia perikanan. Pertemuan ini, dihadiri oleh para scientific dan technical focal point, serta tim teknis yang melaksanakan kegiatan refugia perikanan di masing-masing negara peserta forum.

Tahun ini, Indonesia bertindak sebagai Vice Chair (Wakil Ketua), yang memimpin pertemuan bersama dengan Ketua (Chair) terpilih, yaitu Malaysia.

Proyek refugia perikanan sendiri, diinisiasi oleh SEAFDEC, yang merupakan organisasi regional bidang perikanan yang beranggotakan semua negara ASEAN dan Jepang.

Proyek ini salah satunya berfokus pada peningkatan kapasitas dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang perikanan, dengan dukungan pembiayaan dari UNEP dan GEF.

Sejak 2019, Indonesia menjadi salah satu negara yang terpilih untuk menjadi pilot project refugia perikanan bersama lima negara ASEAN lainnya, yakni Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Dalam pertemuan RSTC keenam ini, selain dilaporkan perkembangan implementasi refugia perikanan di masing-masing negara, juga dibahas dan didiskusikan terkait dengan tantangan dan best practice alat dan metode penangkapan, rencana pemetaan refugia perikanan dalam Google Maps. Selain itu, turut dibahas pula aspek kesetaraan gender dalam kegiatan yang berhubungan dengan refugia perikanan.

Setelah membahas capaian proyek di tiap negara yang terlibat, pertemuan RSTC diisi dengan brainstorming. Ini dilakukan, untuk percepatan penyelesain proyek di tiap negara, presentasi progress kegiatan dan pembahasan pembiayaan serta mekanisme penyelesaian proyek.