Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipideksus Bareskrim Polri) menemukan adanya keterlibatan mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin dalam dugaan penyelewengan dana umat.
Terbaru, tim penyidik menemukan bahwa dana corporate social responsibility (CSR) untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610 digunakan untuk keperluan internal ACT. Akan tetapi, Kuasa Hukum Ahyudin, Teuku Pupun Zulkifli membantah dugaan tersebut.
Menurut Pupun, dugaan yang melibatkan kliennya belum memiliki pembuktian yang cukup. Oleh sebab itu, dalam dua pemeriksaan sejak Jumat (11/7) lalu, dirinya mendampingi Ahyudin untuk memberikan keterangan kepada pihak penyidik dengan sejelas-jelasnya.
“Tentu di pemeriksaan ini kita jelasakan sejauh mana kapasitasnya. Ini kan masih dugaan semua,” ujarnya pada Senin (11/7).
Tak hanya dana CSR untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya aliran dana ACT yang berujung kepada kelomok teroris Alqaeda. Terkait hal itu pula, Pupun membantah keterlibatan kliennya dengan dalih fitnah.
“Itu semua tidak ada karena yayasan ini tidak ada afiliasi dengan teroris semua dalam bentuk kemanusiaan. Itu semua fitnah,” katanya.
Dalam dua pemeriksaan yang dijalani, Pupun menyampaikan bahwa tim penyidik masih menggali keterangan seputar legalitas ACT. Sementara terkait dokumen keuangan yang diminta tim penyidik, saat ini pihak Ahyudin mengaku belum menyediakannya.
“Sementara ini kita belum, belum masuk ke arah sana. Tapi Insya Allah habis ini kita akan selesaikan,” terangnya.
Sementara itu, tim penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri menemukan bahwa ACT mengumpulkan sebanyak Rp 600 miliar setiap bulan dari donasi oleh berbagai sumber. Beberapa sumber yang dimaksud, di antaranya masyarakat umum, donasi kemiteraan, perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi atau kelembagaan non-korporasi, komunitas, serta dari anggota lembaga.
Pada saat pengelolaan, donasi-donasi yang telah terkumpul, langsung dipangkas oleh ACT sebesar 10-20%. Nilai tersebut setara dengan Rp 6 miliar hingga Rp 12 miliar setiap bulannya. Pemangkasan tersebut dimaksudkan untuk menggaji para pengurus dan seluruh karyawan ACT.
“Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yg bersumber dari potongan donasi tersebut,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol. Nurul Azizah dalam konferensi pers di Mabes Polri pada Senin (11/7).
Tak hanya dari donasi bulanan, tim penyidik juga menemukan fakta bahwa ACT memanfaatkan sebagian besar dana corporate social responsibility (CSR) oleh pihak Boeing. Dana tersebut diketahui merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban kepada 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610 yang jatuh pada tahun 2018 silam.
Diketahui dana pertanggung jawaban tersebut lebih dari Rp 2 miliar untuk masing-masing korban. Dari nilai tersebut, maka total dana yang diberikan pihak Boeing sekitar Rp 138 miliar. Namun, ACT tak memberitahukan pihak ahli waris korban mengenai realisasi jumlah dana CSR yang diterima.
“Diduga pihak yayasan ACT tidak merealisasikan seluruh dana CSR yang diperoleh dari pihak Boeing,” kata Azizah pada Senin (11/7).