Diperiksa Ketiga Kali Kasus ACT, Ahyudin Mengaku Siap Jadi Tersangka

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Lavinda
13/7/2022, 07.06 WIB

Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin menyatakan dirinya siap mengikuti proses hukum yang sedang berjalan, termasuk jika ditetapkan sebagai tersangka, asalkan ACT tetap dapat beroperasi seperti biasanya.

“Asalkan sebagai sebuah lembaga kemanusiaan tetap eksis dan hadir memberikan manfaat bagi masyarakat luas, saya ikhlas dan saya terima dengan sebaik-baiknya,” ujar Ahyudin usai menjalani pemerisksaan ketiga kalinya di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada Selasa (12/7) malam.

Meski telah mengikuti pemeriksaan sebagai bagian dari penyidikan, hingga kini Ahyudin mengaku masih berstatus sebagai saksi dalam dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT.

“Masih sebagai saksi,” katanya.

Sebagaimana diketahui, tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipideksus Bareskrim Polri) telah menaikkan status perkara dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT, menjadi penyidikan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan, itu sebagai tindak lanjut dari penyelidikan yang dilakukan tim penyidik sejak menerima laporan informasi nomor LI92/VII/DirektoratTindakPidanaEksus.

“Perkara ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan,” kata Ramadhan kepada wartawan pada Senin (11/7) malam.

Dalam tahap penyelidikan, tim penyidik telah memeriksa empat orang saksi yang terdiri dari mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Manajer Operasional, dan Manajer Keuangan ACT.

Keempat saksi tersebut dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Senin (11/7). Sementara Ahyudin dan Ibnu Khajar telah menjalani pemeriksaan perdana pada Jumat (8/7).

Terkait kasus ini, tim penyidik menemukan bahwa ACT mengumpulkan sebanyak Rp 600 miliar setiap bulan dari donasi oleh berbagai sumber. Beberapa sumber yang dimaksud, di antaranya masyarakat umum, donasi kemiteraan, perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi atau kelembagaan non-korporasi, komunitas, serta dari anggota lembaga.

Pada saat pengelolaan, donasi-donasi yang telah terkumpul, langsung dipangkas oleh ACT sebesar 10-20%. Nilai tersebut setara dengan Rp 6 miliar hingga Rp 12 miliar setiap bulannya. Pemangkasan tersebut dimaksudkan untuk menggaji para pengurus dan seluruh karyawan ACT.

“Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yg bersumber dari potongan donasi tersebut,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol. Nurul Azizah dalam konferensi pers di Mabes Polri pada Senin (11/7).

Tak hanya dari donasi bulanan, tim penyidik juga menemukan bahwa ACT memanfaatkan sebagian besar dana CSR oleh pihak Boeing. Dana tersebut diketahui merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban kepada 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT-610 yang jatuh pada tahun 2018 silam.

Diketahui, dana pertanggung jawaban tersebut lebih dari Rp 2 miliar untuk masing-masing korban. Dari nilai tersebut, maka total dana yang diberikan pihak Boeing sekitar Rp 138 miliar. Namun, ACT tak memberitahukan pihak ahli waris korban mengenai realisasi jumlah dana CSR yang diterima.

“Diduga pihak yayasan ACT tidak merealisasikan seluruh dana CSR yang diperoleh dari pihak Boeing,” kata Azizah dalam konferensi pers di Mabes Polri pada Senin (11/7).

Reporter: Ashri Fadilla