Di tengah maraknya wacana legalisasi ganja, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengambil sikap untuk menolak. Menurut Kepala BNN Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose, legalisasi ganja dapat memberikan dampak buruk terhadap generasi masa depan bangsa.
“Saya sebagai Kepala BNN lebih cenderung menyelamatkan generasi muda Indonesia, generasi bangsa ini, daripada melegalkan. Itu sikapnya BNN,” kata Petrus pada Senin (12/7).
Dalam hal legalisasi, Petrus mengatakan, kini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memang mengubah status ganja dari golongan IV atau the most dangerous substancies menjadi golongan I atau dangerous substancies. Akan tetapi, kebijakan lebih lanjut diserahkan PBB kepada masing-masing negara.
Petrus menegaskan, dalam pertemuan negara-negara PBB yang membahas soal narkotika, hanya ada satu suara yang menyetujui legalisasi ganja, yaitu Thailand. Dirinya yang juga hadir dalam pertemuan tersebut memberikan sikap untuk menolak legalisasi ganja dan diikuti oleh beberapa negara lain dari The Assosiation South of East Asian Nations (ASEAN).
“Sampai sekarang di Indonesia, ganja tetap ilegal,” tuturnya.
Meski undang-undang memperbolehkan penggunaan ganja untuk ilmu pengetahuan, termasuk kajian oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Petrus tetap pada sikapnya untuk tak melegalisasi ganja.
“Sekali lagi saya katakan, tidak ada legalisasi,” ujarnya.
Sementara saat ini, aturan mengenai legalisasi ganja, khususnya untuk keperluan medis, sedang diupayakan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa komisi-komisi terkait, yaitu Komisi III dan Komisi IX akan segera menindak lanjuti hal tersebut.
“Komisi III dan IX akan segera menindak lanjuti usulan terkait legalisasi ganja untuk medis,” ujar Dasco pada Rabu (29/6).
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR, Demond Mahesa. Sebagai salah satu upaya, Desmond menyampaikan bahwa Komisi III DPR akan mengundang para ahli dan stakeholder yang terkait.
Nantinya, masukan dari berbagai pihak akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Kami lihat dulu nilai manfaat dan kerugiannya,” kata Desmond.
Wacana legalisasi ganja untuk keperluan medis bermula dari seorang ibu bernama Santi yang menyuarakan pendapatnya saat Car Free Day (CFD) pada Minggu (26/6). Hal itu lantaran puterinya mengidap penyakit cerebral palsy, sehingga membutuhkan ganja untuk pengobatan.