Pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai operasi tangkap tangan (OTT) menuai kontroversi. Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengingatkan Luhut bahwa OTT KPK merupakan salah satu tugas dan kewenangan dari lembaga antirasuah.
Abraham menjelaskan dalam undang-undang, KPK mendapatkan kewenangan dan tugas untuk melakukan penegakan hukum atau law enforcement. "Salah satu law enforcement itu ya OTT, jadi tetap dalam konteks law enforcement itu dibolehkan, sebenernya intinya itu," kata Abraham, di Jakarta, Selasa (20/12).
Terkecuali, bila OTT tersebut kemudian disalahgunakan, maka bisa menjadi masalah. "Bila tetap dalam kerangka law enforcement, KPK sebagai lembaga penegakan hukum dalam pemberantasan (korupsi), itu tak ada masalah," kata Abraham.
Luhut menyebut OTT KPK sebagai hal yang tak bagus untuk wajah negeri. "OTT itu tidak bagus sebenarnya, buat negeri ini (seperti) jelek banget begitu.," kata Luhut dalam Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2023-2024 di Jakarta, hari ini.
Oleh sebab itu, ia bersama KPK akan terus membenahi sistem pemerintahan agar berbasis digital demi memutus rantai korupsi. Luhut yakin, jika digitalisasi birokrasi bisa berjalan, maka maka akan mengurangi potensi terjadinya pelanggaran.
Luhut beranggapan OTT yang dilakukan KPK bukan upaya yang baik untuk menangani korupsi. Sebaliknya dia mengandalkan proses digitalisasi untuk mencegah korupsi. "OTT, OTT itu tidak bagus sebenarnya buat negeri ini. Jelek banget, gitu. Tapi kalau digitalisasi siapa yang mau melawan kita," kata Luhut.
Luhut menilai proses digitalisasi bakal mempersempit celah korupsi. Dia mencontohkan pembenahan, salah satunya memfasilitasi 14 pelabuhan dengan perizinan digital. Targetnya, tahun depan ada 149 pelabuhan kecil yang akan tersambung.
"Nanti akan dikaitkan bandara, semua. Jadi mau korupsi apa lagi," katanya.
Tak hanya itu, ia menargetkan sistem tersebut akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Luhut berharap selain mematikan korupsi, pendapatan negara diharapkan bisa bertambah dengan sistem yang lebih efisien.
"Efek berantainya akan besar," katanya.
Selain itu, pembenahan melalui e-katalog. Luhut menyebut ada belanja senilai Rp 1.600 triliun yang bisa masuk dalam sistem belanja online buatan pemerintah.
"Itu (potensi) tempat korupsi, kalau beres (masuk e-katalog) akan beres karena itu sarangnya," kata Luhut.