Anies Baswedan memastikan perjanjian utang senilai Rp 50 miliar yang dibuat saat kontestasi pemilihan kepala daerah atau Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu dengan Sandiaga Uno selesai. Pernyataan itu disampaikan Anies melalui Hendri Satrio dalam konferensi pers di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Selasa (7/2).
"Saat ini, perjanjian tersebut sudah selesai. Jadi, bukan lunas bahasanya atau diikhlaskan, tetapi selesai,” ujar Hendri.
Menurut Hendri perjanjian dianggap selesai lantaran dalam kesepakatan disebutkan Anies harus mengembalikan uang Rp 50 miliar apabila kalah di Pilkada DKI Jakarta. Apabila Anies dan Sandiaga menang dalam pilkada maka perjanjian dianggap selesai.
"Jadi, pokoknya beres, deh. Nggak usah dibalikin. Ini budaya baru dalam kontestasi pilkada," kata Hendri lagi.
Adanya perjanjian antara Anies dan Sandiaga menurut Hendri merupakan hal yang baik dalam politik. Dengan adanya perjanjian maka kepala daerah bisa lebih fokus dalam bekerja rakyat ketimbang berpikir mengenai bagaimana cara membayar pinjaman ketika berkontestasi.
Ketika disinggung apakah isu pinjaman Rp 50 miliar diangkat untuk mengganggu atau mencitrakan Anies Baswedan,Hendri justru melihat hembusan itu menguntungkan Anies. Dia menyebut publik akan melihat bahwa Anies merupakan orang yang berkomitmen terhadap janji politik.
"Kenapa kemudian hal ini diangkat tiba-tiba? (Saya) Nggak tahu. Mungkin untuk mengganggu atau mencitrakan Anies nggak komit. (Pinjaman) Bukan diikhlasin, bukan lunas; tapi selesai karena Anies menang dalam pilgub Jakarta. Jadi, gitu ceritanya," jelasnya.
Ihwal adanya perjanjian utang piutang antara Anies dan Sandi ini sebelumnya diungkap oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa. Erwin menyebut perjanjian utang Rp 50 miliar dibuat lantaran Anies tak memiliki cukup dana untuk logistik Pilkada DKI Jakarta.
Sandiaga sendiri lebih memilih tidak mempersoalkan lagi soal perjanjian utang di masa lalu. Ia menyebut telah mengikhlaskan utang yang diberikan kepada Anies di Pilkada DKI Jakarta.