Hengki Mardongan Sihombing menghabiskan malam Minggu yang tidak biasa pada 11 April 2020 silam. Hari itu, mulai pukul 19.00 WIB pemerintah resmi membuka pendaftaran program Kartu Prakerja.
Ini merupakan program kampanye Presiden Joko Widodo yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses berbagai kursus secara offline dan online. Peserta memperoleh biaya pelatihan Rp 1 juta, insentif total Rp 2,4 juta selama empat bulan, dan insentif survei Rp 150 ribu.
“Sejak awal saya yakin kalau peminatnya akan membludak. Tetapi tidak tahu akan sebanyak apa,” ujar Hengki, Direktur Operasional dan Teknologi Kartu Prakerja, saat bercerita kepada Katadata.co.id.
Prediksi Hengki rupanya tepat. Menjelang tengah malam, setidaknya sudah lima juta peserta yang mendaftar. Hengki yang terus terjaga bercerita saat itu jatah verifikasi KTP yang diberikan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri sudah mencapai batas. Akibatnya, banyak peserta gagal ketika mendaftar.
Hengki pun segera mengontak Denni Puspa Purbasari, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program (PMO) Prakerja untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Saya langsung telepon Pak Zudan [Dirjen Dukcapil] untuk segera menambah kuota,” cerita Denni, Direktur Eksekutif PMO Prakerja.
Hengki bercerita hingga menjelang dini hari, jumlah pendaftar terus bertambah. Para peserta yang gagal mendaftar karena jatah verifikasi di Dukcapil sudah habis mengeluarkan sumpah serapahnya di media sosial. Namun Hengki justru tidak patah arah. Ia dan timnya terus terjaga hingga pagi untuk memantau pendaftaran.
“Waktu itu para engineer stand by via Zoom. Itu ada beberapa yang sudah ketiduran di depan laptop,” katanya. “Akhirnya jam lima pagi kita tutup pendaftaran karena memang sudah enggak kuat lagi,” Hengki melanjutkan cerita.
Modifikasi Saat Pandemi
Saat pertama kali diperkenalkan ke publik di masa kampanye, Presiden Jokowi menargetkan dua juta peserta pelatihan Prakerja per tahun. Denni Puspa Purbasari yang saat itu menjabat sebagai Deputi Ekonomi Kantor Staf Presiden (KSP) ditugaskan untuk merancang programnya.
“Saat itu ada sembilan lembaga pelatihan milik Kementerian yang menyasar 850.000 peserta setiap tahun. Jadi target dua juta peserta di Prakerja ini belum pernah terbayangkan sebelumnya,” kata Denni.
Setelah melakukan ratusan focus group discussion untuk mencari masukan, Presiden akhirnya menerbitkan Perpres Prakerja pada Februari 2020. Namun belum sempat program Prakerja dijalankan, pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Konsep Prakerja pun akhirnya disesuaikan agar bisa menjadi semi bantuan sosial kepada masyarakat.
Ketika pandemi mulai melanda Indonesia, tim PMO Prakerja berkejaran dengan waktu untuk mengimplementasikan program tersebut. Kala itu, Denni dan Hengki baru memperoleh SK pengangkatan pada 17 Maret 2020. Praktis keduanya cuma punya waktu tiga minggu untuk persiapan peluncuran pendaftaran gelombang pertama di 11 April 2020, tepat satu hari setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan.
Salah satu tantangannya, PMO Prakerja saat itu sebetulnya tidak punya tim engineer sendiri. Hengki bahkan masih bekerja di sektor swasta hingga ia resmi bergabung dengan PMO Prakerja. Ia bercerita saat itu PMO Prakerja mendapatkan ‘pinjaman’ sumber daya manusia dari sejumlah startup.
“Waktu itu belum bisa rekrut orang karena anggaran kita belum turun,” kata Denni.
Kolaborasi antara Denni yang punya latar belakang akademisi dan Hengki yang berasal dari sektor swasta ini rupanya sukses menghasilkan desain produk Prakerja yang simpel dan mudah dipahami. Menurut Hengki, sejak awal ia sangat memperhatikan UI/UX Prakerja seperti ketika ia mendesain produk startup. Ia juga sengaja tidak membuat aplikasi Prakerja karena menganggap masyarakat justru akan lebih direpotkan jika menggunakan aplikasi.
Hingga November 2022, Prakerja telah berhasil melayani 16,4 juta peserta dengan total anggaran Rp 59 triliun. PMO Prakerja yang kini memiliki 150 karyawan juga bekerja dengan efisien karena hanya menghabiskan 0,59% dari total anggaran untuk biaya operasional.
“Hasil evaluasi J-PAL SEA 2021 menyatakan rata-rata pendapatan per bulan penerima meningkat Rp 122.500, lebih tinggi 10% dari non-penerima,” kata Denni.
Keberadaan Prakerja memang tidak selalu berjalan mulus. Ada masa ketika program ini tersandung kasus kontroversi dugaan konflik kepentingan ketika CEO Ruangguru Belva Devara, salah satu mitra Prakerja, menjadi Staf Khusus Presiden Jokowi.
Menurut Denni, ia dan Hengki bahkan belum pernah bertemu dengan Belva. Pemilihan penyedia layanan di Prakerja dilakukan secara terbuka dan transparan. Para penyedia layanan harus memenuhi persyaratan ketat yang diberikan PMO. Belakangan, Belva akhirnya mundur dari Staf Khusus Presiden.
Terlepas dari kontroversinya, harus diakui Prakerja menerobos pakem-pakem birokrasi yang biasanya rumit dan kaku. “Saya mengutip pernyataan Pak Airlangga [Menko Perekonomian] bahwa Prakerja berhasil melakukan eksperimentasi kelembagaan,” ujar Denni.
Denni menuturkan belum ada PMO yang memberikan service delivery dengan fleksibilitas seperti Prakerja. Selain itu, Prakerja juga berkontribusi besar dalam pemberdayaan perempuan dan memperdalam inklusi keuangan.
Denni menuturkan 51% peserta Prakerja merupakan perempuan. Prakerja berhasil membantu mereka untuk meningkatkan skill wirausaha. “Selain itu 29% peserta Prakerja itu belum punya rekening atau e-wallet atas nama mereka. Di Prakerja kita melakukan KYC sehingga mereka akan lebih mudah mendapatkan layanan keuangan lainnya,” kata Denni.
Dalam rangka mengapresiasi para tokoh yang berkontribusi besar dalam penanganan pandemi Covid-19, Katadata menyajikan edisi khusus Katadata25. Sebanyak 25 tokoh atau lembaga kami sajikan dalam beragam konten informatif. Simak rangkaian lengkapnya di sini.