Sepekan terakhir, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan temuan atas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat yang menyatakan daerah perbatasan masih menjadi wilyah rawan.
Komisioner Komnas HAM Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Putu Elvina dalam keterangan tertulis Jumat (26/5) mengatakan lokasi perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya di sekitar Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, rawan sebagai jalur TPPO.
Selain itu, jalur-jalur perbatasan lainnya di sekitar Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, juga rentan menjadi jalur TPPO. Daerah ini diduga memiliki beberapa jalur tikus yang mudah diakses untuk menyeberang ke Malaysia.
Elvina menjabarkan aspek utama yang mendorong kerawanan daerah perbatasan adalah letak geografis yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Aspek lainnya adalah hubungan kekerabatan masyarakat di daerah perbatasan kedua negara, minimnya sosialisasi dan informasi hingga ke tingkat desa terkait TPPO, dan kemudahan
mendapatkan pekerjaan di luar negeri di sektor non-formal.
Temuan lainnya, menurut Elvina, perempuan dan anak masih menjadi profil terbanyak korban TPPO. "Utamanya terkait modus eksploitasi seksual," kata dia.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM yang juga menjadi Ketua Tim Monitoring Efektivitas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Anis Hidayah mengatakan permasalahan TPPO masuk kategori darurat. "Indikatornya terlihat dari makin rentannya masyarakat yang menjadi korban, terutama di daerah perbatasan," kata dia, Kamis (25/5).
Ia memaparkan pada 2022, data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) NTT mencatat 120 pemulangan jenazah pekerja migran asal NTT. Hingga 25 Mei 2023, tercatat ada 56 jenazah pekerja migran asal NTT yang dipulangkan.
Jumlah korban yang pulang dalam keadaan meninggal dunia itu, kata dia, menegaskan kedaruratan masalah TPPO di NTT.